Wamena, nokenwene.com – Setelah melakukan tiga kali Festival Film Papua, Papuan Voices mengangkat tema Merajut Kembali Budaya Papua untuk keadilan dan perdamaian. Panitia melihat bahwa untuk mencapai keadilan dan perdamaian, keadilan gender mesti menjadi salah satu aspek yang diperhatikan para pembuat film dokumenter.
Karena itu, Papuan Voices Wilayah Wamena bekerjasama dengan Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) dan Yayasan Teratai Hati Papua (YTHP) mengadakan workshop untuk mendorong para filmmaker untuk memahami persoalan ketidakadilan gender dan membuat film dokumenter yang berkeadilan gender.
“Workshop ini bertujuan untuk mendorong para filmmaker untuk membuat film dengan perspektif gender sehingga bisa menjadi pembelajaran bagi masyarakat umumnya. Papuan Voices Wilayah Wamena melihat bahwa keadilan gender merupakan satu tantangan tersendiri untuk mencapai keadilan dan perdamaian di Papua di tengah masyarakat Papua yang patriarki.” Jelas Ence Geong, fasilitator workshop Gender dan Film Dokumenter di Rumah Bina Wamena Sabtu (15/02/2020).
Ence menjelaskan bahwa media termasuk Film Dokumenter memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong perubahan sosial dalam masyarakat. Papua dengan berbagai persoalan yang ada pun bisa diangkat dengan memperhatikan aspek keadilan gender.
“Tanpa memperjuangkan keadilan gender, sulit untuk membayangkan suatu keadilan dan perdamaian dalam masyarakat secara umumnya” Ence Geong menjelaskan kepada para peserta workshop.
Rizal Lani, Ketua Panitia Festival Film Papua IV menekankan bahwa workshop seperti ini sangat penting bagi media termasuk para filmmaker agar liputan-liputan atau film yang dibuat bisa memperhatikan aspek keadilan gender.
“Pelatihan ini bisa membantu para filmmaker untuk memiliki sudut pandang lain dalam membuat film. Demikian pun dengan para jurnalis, kalau ada kesadaran tentang keadilan dan kesetaraan gender, pasti liputannya bisa bervariasi bukan hanya acara-acara seremonial karena ada sudut pandang lain yang bisa digali dari semua isu yang jadi fokus liputan.” Ujar Rizal Lani setelah pelatihan itu.
Sementara itu Dolia Ubruangge menjelaskan bahwa ada banyak aspek dalam kehidupan bersama masyarakat yang menempatkan perempuan sebagai kelas kedua.
“Selama ini perempuan hanya seperti pelengkap. Dalam banyak hal perempuan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan” Ungkap Dolia.
Dolia pun menerangkan bahwa seringkali ada masalah ketidakadilan gender tetapi karena sudah terbiasa maka masalah itu dianggap biasa saja. Media bisa membuat masyarakat sadar akan persoalan ketidakadilan itu.
“Saya berharap agar ke depannya media lebih memperhatikan aspek keadilan gender. Film-film yang dibuat pun harus mendorong masyarakat agar memiliki kesadaran tentang keadilan gender sehingga perlahan-lahan ada perubahan dalam masyarakat.” Tambah Dolia.
Edit Lokbere yang baru bergabung dengan Papuan Voices wilayah Wamena merasa senang dengan pelatihan ini. Ia melihat bahwa film dokumenter bisa menjadi salah satu alat dalam perjuangan menuju keadilan dan perdamaian itu. Edit menjelaskan menjelaskan bahwa dirinya bergabung dengan Papuan voices untuk menantang dirinya sendiri melakukan hal-hal baru yang bisa mendorong adanya perubahan dalam masyarakat.
“Setelah pelatihan ini, saya sudah ada gambaran tentang film apa yang ingin saya buat yang juga terkait dengan keadilan gender” kata Edit setelah workshop tersebut.
Edit berharap agar ke depannya, Papuan Voices lebih banyak melakukan pelatihan bagi anak muda Papua agar bisa berkarya lewat pembuatan film dokumenter dan memperjuangkan keadilan dan perdamaian dalam masyarakat.
“Saya berharap agar ada lagi pelatihan pada waktu yang akan datang sehingga kami bisa lebih berkembang lagi.” Pungkas Edit.
Discussion about this post