Ronny Lokobal dan karyawan nya Yance Lokobal hendak menjahit di ruang kerjanya (JW Noken)Wamena, nokenwene.com -Purna bhakti ASN atau pensiun dari PNS bukan akhir dari perjuangan dan pengabdian pada bangsa dan negara. Barangkali ungkapan ini cocoak untuk bapak pensiuan guru yang kini menggeluti usaha menjahit hingga bisa menyekolahkan 6 anaknya
Pagi menjelang siang, waktu dimana kebiasaan sebagian besar masyarakat kampung keluar rumah untuk beraktifitas mencari nafkah, tapi hari itu, ketika nokenwene.com mendatangi rumahnya, pria pensiunan ASN itu tenga menjahit beberapa pakaian orderan warga sekitar bersama seorang karyawannya, wajar tak keluar rumah, profesinya penjahit, tempat kerjanya dalam rumah.
Orang Asli Papua atau yang sering disingkat OAP yang menggeluti usaha menjahit atau berprofesi sebagai penjahit di Wamena, Kabupaten Jayawijaya mungkin hanya beberapa saja, bisa dihitung dengan jari. Kalao pun ada para penjahit itu kebanyakan memilih menjalankan profesinya dalam kota, namun berbeda dengan penjahit yang satu ini, dia lebih memilih menjalankan usaha menjahitnya di kampung halamannya di Megapura, Desa Sinata, Distrik Asolokobal.
Adalah Bapak pemilik nama Ronny Lokobal (60), pria pensiunan guru ini sejak puluhan tahun silam suda menggeluti usaha menjahitnya di Kampung Sinata Distrik Asolokobal, ia berjarak sekitar 5 km meter dari Kota Wamena, bukan karena tidak mau usahanya dibuka di dalam kota tapi peluang yang tak kunjung datang memaksa Ronny bergelut usaha menjahit di kampung halaman tanah kelahirannya.
Rumah yang sangat sederhana, berdinding papan tanpa cat, ada yang suda mulai lapuk, lante tanah kosong berukuran sekitar 5 x 8 m itu, tempat Ronny melakukan aktifitas menjahit, disinilah Ia bercerita banyak tentang usaha menjahit yang ditekuninya
Ronny awalnya terinspirasi ketika melihat orang lain melakukan satu aktifitas yang mendatangkan uang hanya dengan duduk-duduk di rumah, Ia lalu tertarik untuk belajar dan mendalami pekerjaan mengayun-ayun kaki itu, menekuni aktifitas menjahit sebagai salah satu sumber mata pencaharian.
“waktu itu kami tinggal di SMP Misi tinggal di asrama di susteran, disana mereka jahit itu curi dengan mata, latihannya saya hanya lihat-lihat saja, pulag itu saya jahit sendiri, akhirnya saya bikin rok dan lain-lain. Usaha lain itu kerja banting tulang tapi menjahit ini hanya main duduk jadi sejak itu saya tertarik” Ronny menceritakan Pengalamannya menekuni penjahit
berbekal pelatihan menjahit yang perna Ia terima dari sala satu yayasan asal Jerman melalui Gereja Katolik Paroki Hepuba , ketika itu tahun 1993 bapak Ronny Lokobal terus berusaha dengan berbagai cara untuk mengembangkan ilmu menjahit tersebut. Ia lalu membuktikan keseriusan itu dengan nekat belanja bahan dan mesin jahit dan membentuk kelompok Nit Hasik (untuk kami) usaha menjahit
“tahun 1995 itu perna kami pelatihan di Paroki Hepuba dari Yayasan Hapin di Jerman, ada banyak waktu itu tapi yang lain-lain itu saya tidak pegang tapi jahit menjahit ini yang saya pegang sampai sekarang” tuturnya
pakaian yang diproduksi dari usahan menjahit itupun beragam dan untuk semua golongan, laki-laki maupun perempuan juga anak-anak, mulai dari jaket, baju kaos, rompi, celana, rok bahkan tas gantungan.
Namun ada satu pemandangan yang unik dari semua produk jahitan bapak Ronny Lokobal. Ia tidak hanya produksi pakean dangan kain polos layaknya pakean yang dijual di toko atau penjahit lainnya, Dia punya keahlian fariasi benang tersendiri yang cukup unik dan barangkali tidak dimiliki penjahit lahin.
Ditempat usaha menjahitnya terdapat beberapa jaket, dan pakaian lainnya serta tas tergantung disana, semuanya terlihat unik, sebab dari semua produknya akan terlihat penghubung benang satu dengan lain yang kelihatan bergelombang tapi tersusun begitu rapih dan membentuk semacam urat sehingga terlihat lebih variatif. ketika dipandang adakalahnya seperti pakaian yang dirancang dari anyaman noken yang biasanya dirajut manual dengan jarum, tapi tidak, Ronny Lokobal produksi itu dengan mesin jahit, unik memang “ untuk hal ini anda mungkin perlu mendatangi sendiri untuk lihat langsung”
Keunikan variasi benang produk Nya, tentu dibarengi tingkat kesulitan yang tinggi. tapi dibalik itu ada sesuatu yang cukup menjanjikan – pendapatan sehari bisa mencapai 1 hingga 2 juta rupiah.
Karena lokasi usahanya di kampung pakaian yang diproduksinya dijual ke kota dengan kisaran harga 200 ribu hingga 500 ribu rupiah, tergantung ukuran dan tingkat kesulitan saat menjahit.
Sejak dirintis pada 1995, suda 23 tahun pria yang dikarunia 6 anak ini menggeluti profesinya sebagai penjahit, dan tidak sia-sia, hasilnya telah menghantarkan ke- 6 anaknya sukses dalam pendidikan, 4 diantaranya suda selesai pendidikan strata 1, dua lainnya masih SMP dan sma.
“jadi hasil dari jahit –jahit itu saya punya anak-anak, laki-laki 5 perempuan 1, 4 orang suda selesai kulia, dua orang suda kerja. Jadi hasilnya itu kami bagi tiga, untuk biaya anak-anak sekolah, biaya hidup dan modal” tambah Ronny.
Kini Ronny Lokobal suda memiliki 8 mesin jahit dan dioperasihkan 10 karyawan yang adalah anak-anak beliau dan beberapa anggota keluarga dekat lainnya.
Dibalik keberhasilan, hambatan pun tak lupun darinya, Ia mengaku sempat beberapa kali mengalami kesulitan, bahkan sampai pada titik nol. Jatu lalu bangkit , jatu lagi , bangkit lagi, begtu terus beberapa kali.
Yang paling dirasakan dampaknya ketika salah satu anggota keluarga yang juga penyangga utama dalam usaha itu dipanggil Tuhan pada tahun 2017 lalu.
Kondisi ini membuat Ronny beserta anak-anaknya harus memulai usahanya kembali bangkit lagi dari nol, bagaimana tidak budaya masyarakat upacara adat kedukaan wajib sembelih babi dalam jumlah banyak, sementara harga babi puluhan bahkan ratusan juta.
“yang paling berat itu ketika istri saya pergi (meninggal dunia) itu modalnya kasi habis disitu akhirnya sekarang ulang lagi dari nol ini” ungkap Ronny
Meskipun suda puluhan tahun berusaha dijahit menjahit, Ronny mengakui tidak perna tersentuh yang namanya bantuan dari Pemerintah Daerah, meski suda beberapa kali menyampaikan proposal . Ia tidak patah semangat , terus berjuang. Alhasil bantuan justru datang dari luar Negeri, Belanda salah satunya
“saya bikin pondok ini terus beli bahan-bahan itu saya bikin satu proposal di Belanda sana baru mereka bantu sehingga saya beli mesin, kayu seng semua saya bikin pondok ini. Dari luar yang dong bantu saya, tapi dari pemerintah kabupaten itu memang saya sering buat proposal tapi pemeritah bilang tidak ada uang terus” ungkap Ronny
Lantas bagaimana respon peerintah soal bantuan dan usaha yang digeluti itu? Pihak terkait dalam hal ini Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK) menilai semua bantuan pemerintah saat ini tidak lagi dalam bentuk uang tapi dalam bentuk program dan kegiatan kelembagaan di masyarakat, sehingga masyarakat harus membentuk lembaga usaha di kampung. Bantuannya pun melalui dana desa yang dikucurkan ke tiap desa atau kampung
“sekaragkan suda ada dana desa oleh karena itu kami mengharapkan supaya kelompok- kelompok yang ada itu betul-betul dimaksimalkan, supaya dana desa ini diturunkan ke kelompok yang ada itu lebih efektif” Ujar Lepinus Gombo, Kabid Perencanaan Keuangan Dan Aset Kampung DPMK Jayawijaya.
Selain itu, salah satu wadah yang potensial untuk menampung kegiatan masyarakat melalui lembaga adalah BUMDES atau Badan Usaha Milik Desa yang adalah program pusat untuk masyarakat desa yang baru baru ini disosialisasikan.
“oleh karena itu kami harap desa, kepala desanya memperhatikan kelompok-kelompok seperti ini supaya dana desa betul-betul bermanfaat. Dan sekrang ada istila Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) sehingga usaha-usaha ini dikelola di Bumdes” tambah Lepinus
Bagi Bapak Ronny Lokobal, usia tidak menjadi hambatan, purna bhakti PNS bukan akhir dari pengabdian, masih ada cara lain untuk mengabdi pada bangsa dan Negara, usaha menjahit salah satuhnya. Ia masih punya cita-cita besar untuk terus kembangkat usaha menjahit bersama anak-anak dan beberapa cucunya yang saat ini jadi karyawan penjahit. Jika Tuhan buka jalan buka ruko di Kota Wamena
Lalu bagaimana respon anak-anak yang adalah karyawan, atas rencana pengembangan usaha menjahit itu? . Ternyata cukup positif. Yance Lokobal, anak ke 3 yang baru saja selesai pendidikan s1 siap melanjutkan profesi bapaknya, melalui penataan administrasi dan manjemen yang lebih baik dalam usaha itu
“kegiatan bapa punya ini, utuk kedepannya itu kami anak-anak selaku karyawan kita berusaha teruskan bapak punya, dan kembagkanya, menata lebih baik kedepannya” ujar Yance
Inspirasi yang bisa dipetik dari bapak Ronny Lokobal, pensiun dari PNS bukan ahir dari pengabdian, masih ada seribu satu jalan yang bisa kita tempuh untuk mengabdi pada masyarakat.
Barangkali anda punya kisah yang hampir sama dengan bapak Ronny Lokobal, bukan hanya diusaha menjahit tapi mungkin diusaha lainnya, entah di pertanian, perikanan, kerajinan tangan, usaha merajut noken, atau apapun itu, lakukanlah dengan sepenuh hati, yakinla jalan itu akan terbuka untuk anda.
Apalagi Tanah Papua ini dikenal dengan tana yang luas, tanah yang kaya dan subur tanah yang menyimpan berjuta harta, tanah yang menyimpan susu dan madu, surga kecil yang jatuh ke bumi, dan masih bayak lagi sebutan untuk kekayaan alam papua, tapi apakah semua kekayaan Papua ini dengan seendirinya menjadi milik kita tanpa kita berusaha? sesungguhnya tidak. kiita harus bekerja, membanting tulang, mengeluarkan keringat dan terus berusaha untuk mengelola kekayaan yang terkandung di tanah ini, dengan begitu, disutulah kita akan jadi tuan di negeri sendiri. pemilik tanah Papua bukan jaminan tanpa upaya dan kerja keras.
Pewarta: Jurnalis Warga Noken Wamena
Discussion about this post