Oleh : Usman Kabak, SH
Tanah Papua adalah tanah yang kaya akan sumber daya alam, tanah akan kaya dengan keberagaman suku, budaya, dan bahasa. Tanah yang berlimpah ruah susu dan madu. Tanah yang diperebutkan oleh berbagai pihak, investor nasional bahkan internasional. Kita bisa lihat para investor nasional bahkan internasional membangun dapur di tanah Papua, seperti; PT. Freeport Indonesia, LNG di Bintuni, Perusahaan Sawit di Merauke, Keerom, dan Maybrat.
Kita bisa menyaksikan, seluruh perputaran perekonomian dikuasai oleh pihak amber, tokoh, perhotelan, kios² menengah, pedagang kaki lima semua dikuasai oleh amber. Tidak pernah satupun diberikan kesempatan kepada tuan rumah (orang Papua asli), orang Papua hanya bisa jadi buruh, pesuruh ditanah sendiri.
Hal ini, sejak 60-an tahun yang lalu hingga sekarang kita terus menyaksikan, menyaksikan orang Papua tergeser, orang Papua termarjinalkan, orang Papua terpinggirkan, orang Papua tertindas, orang Papua direbut hak-hak nya, orang Papua diasingkan dari tanah air nya sendiri, rumahnya sendiri.
Orang amber, bukan hanya kuasai ekonomi, industri, tetapi juga orang amber kuasai sistem birokrasi. Bagaimana mereka (orang amber) mengikat para pejabat Papua dengan membiayai kos politik dan, duduki tempat-tempat basa di birokrasi, pejabat Papua semakin tidak berdaya, tidak mampu melakukan apapun, termasuk membangun perekonomian, memberikan modal kepada anak asli Papua dengan berbagai alasan, padahal mereka para pejabat Papua diikat kakinya oleh amber dengan membiayai masa politik, hal ini bukan lagi Rahasia umum.
Untuk mengkaunter dominasi luar ini, beberapa tahun terakhir banyak anak-anak muda Papua yang terjun banting setir untuk memulai bisnis usaha di berbagai sektor. Tentu langkah ini satu langkah progresif dari anak-anak asli Papua untuk memulai bisnis meskipun terdominasi oleh kekuatan kuasa besar dari luar.
Salah satunya dari sekian banyak anak-anak Papua yang memulai bisnis adalah Nelson Wanimbo. Anak muda Papua yang usai lulus dari Ibu Kota Negara Jakarta, pulang ke Papua memulai bisnis usaha roti bakar kompak. Pada awalnya, ia Nelson Wanimbo memulai dan menaruh gerobak di Jln. Naik Pos Tujuh, Sentani. Dari sana, cikal bakal Roti Bakar Kompak dimulai, hingga masuk ke area Abe, Waena perumnas II.
Meskipun dikuasai depan belakang oleh kekuatan kuasa yang lebih besar, pusat perbelanjaan, tokoh, bahkan usaha kaki lima, Roti Bakar Kompak berusaha bertahan dan, berkembang pelan-pelan meskipun kadang-kadang tantangan yang dihadapinya bukan main. Kesini-kesini, banyak pelanggan dari seluruh kota Jayapura datang dan Beli di Roti Bakar Kompak. Ini satu langkah progresif dan berusaha bersaing ditengah-tengah dominasi luar.
Sabtu , 14 Juni 2024. Salah satu Tokoh Pemuda Yahukimo, Usman Kabak, SH berkunjung sembari diskusi ringan sambil santap Roti Bakar Kompak racikan anak-anak muda Papua. Nelson Wanimbo salah satu anak muda juga yang konsisten memulai bisnis ekonomi kreatif inipun menceritakan pengalamannya bagaimana berjuang dari awal dengan susa payah.
“Puji Tuhan sekarang meskipun perlahan kita sudah bisa bertahan sampai enam tahun berjalan. Bahkan banyak adik-adik yang belajar disini sudah tersebar dimana-mana dan ini bagi saya satu langkah maju. Hanya begini yang bisa kita buat untuk tanah Papua, kita kerjakan yang bagian kita bisa, teman-teman lain lakukan hal lain,” Cerita Nelson Wanimbo.
Ia bahkan bercerita, kita ini sudah ditipu oleh orang luar, mereka mau kita hanya baku ribut untuk jadi PNS, jadi DPR, bupati dll. Padahal, perputaran dan pemasukan besar itu dengan bisnis seperti ini, tetapi dari awal kita sudah ditipu dan, mereka Kuasai semua hal termasuk usaha kaki lima, tidak pernah ada ruang bagi kita orang asli Papua.
Merespon cerita Nelson, Usman Kabak, menguatkan Nelson dengan teman-teman nya yang memulai karir melalui usaha roti bakar. “Adik-adik yang paling utama adalah takut Tuhan, semua hal harus bersandar pada Tuhan, ketika adik-adik libatkan Tuhan segala macam tantangan, ancaman yang akan datang berlalu seperti angin lewat, intinya takut Tuhan,”
Tidak muda untuk anak-anak muda Papua banting setir seperti adik-adik di Roti Bakar Kompak. Adik-adik luar biasa, bisa kalahkan ago adik-adik sendiri dan mau memulai usaha di pinggir jalan begini. Kadang-kadang kita orang Papua itu terlalu gengsi, memulai hal begini itu gengsi nya luar biasa, makanya kita tidak bisa berkembang [Usman].
“Saya menyampaikan terimakasih atas nama keluarga karena anak kami Melky (Adik saya) adik sudah kaderkan disini. Kami keluarga hanya bisa menyampaikan terimakasih dan hanya bisa berdoa usaha ini berkembang besar kedepan dan menjadi berkat buat banyak orang di tanah Papua ini.”
Diskusi berjalan lugas. Mulai dari bagaimana janji kakak pejabat Papua yang sering janji kunjungi tetapi tidak pernah datang mampir dan berdiskusi, mereka hanya Kaka pejabat lebih memilih kafe, ruang ber-AC dan kita di pinggir jalan ini hanya janji yang tak kunjung didatangi. Tapi biarlah semua itu baik, lugas Nelson Wanimbo.
Diskusi melebar jauh sampai ke politik, kehidupan gerejawi, pemimpin pejabat Papua, tanah Papua yang tergadaikan kepada pihak luar, semua ini semata-mata atas nama Pembangunan, tetapi pembangunan yang satu sisi membangun tetapi satu sisi merugikan masyarakat asli Papua. Pembangunan yang tidak berpihak, pembangunan yang diskriminatif, memarginalkan orang Papua. Kehidupan elit-elit politik lokal yang berbagi persen, dan banyak topik lainnya yang menyesakkan dada.
Akhir dari diskusi ini, semoga harapannya kedepan banyak anak-anak muda Papua yang terjun ke bisnis, bersatu padu sama-sama bangun Papua dengan memulai usaha dan lainnya yang bisa dikerjakan oleh pemuda sekarang ini. Tanah ini sudah dikuasai oleh pihak luar, elit Papua sudah gadaikan tanah ini, tidak ada hal lain selain kita bangkit sadari, dan memulai apa yang bisa kita memulai dan kerjakan.
Yang usaha, kerjakan usahanya, yang bangun literasi kerjakan literasi, yang melindungi hutan adat, bangun basis kekuatan dari akar rumput atau masyarakat pemilik Ulayat dan lain sebagainya.
Jika kita tidak bergerak dan memulai kita akan dikuasai oleh pihak luar, ini waktunya bangkit dan memulai apapun yang bisa kita kerjakan buat tanah besar ini [Tanah Papua]. Mari kita rebut kembali ruang dan, berdikari di tanah, Rumah Kita Sendiri. Tidak ada seorangpun yang datang selamatkan Tanah Besar ini, selain diri kita sendiri.(*)
Salam Juang!
Semua anak Muda Papua yang sedang Berjuang dimanapun!
Tuhan sayang kita semua!
Penulis adalah Pemuda Potensial Kabupaten Yahukimo