Oleh : Amran Sakiran*
Wamena, nokenewene.com – Sejak kemerdekaan Republik Indonesia semangat menjadikan seluruh tanah dan air dalam satu negara kesatuan menjadi cita-cita pendiri bangsa. Mewujudkan masyarakat yang berkeadilan sosial pun menjadi tujuan bangsa Indonesia. Papua yang secara historis bersatu menjadi bagian dari republik ini pasca kemerdekaan, telah ditetapkan oleh PBB menjadi satu wilayah dengan Indonesia. Namun demikian, penyatuan tersebut masih menyisakan ketidakpuasan pada kalangan tertentu masyarakat Papua yang menganggap proses penyatuan ini tidak demokratis.
Latar belakang politik tersebut diikuti dengan beberapa permasalahan sosial diantaranya ketimpangan Pembangunan, dan tuntutan keadilan pemberdayaan yang lebih merata. Untuk itu, otonomi khusus (Otsus) menjadi kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat untuk memberikan keleluasaan dan kewenangan lebih besar kepada masyarakat Papua dalam mengatur dan mengelola daerahnya.
Kebijakan ini lahir sebagai respon atas ketidakpuasan dan tuntutan dari masyarakat Papua terkait ketimpangan pembangunan dan ketidakadilan sosial yang mereka rasakan, serta adanya konflik separatisme yang berkembang di wilayah tersebut . Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Jo. UU No.2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus untuk Provinsi Papua , serta Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008 tentang Dana Otonomi Khusus menjadi landasan hukum pelaksanaan kekhususan otonomi bagi tanah Papua.
Sejalan dengan itu, guna mengawal implementasi dari otonomi khusus di Wilayah Papua, Pemerintah dengan itikad baik menginisiasi pembentukan suatu badan dengan tujuan untuk memantau dan mengarahkan pelaksanaan kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) di Papua yang disebut Badan Pengarah Papua (BPP).
BPP menjadi salah satu mekanisme dalam upaya memperbaiki dan mengakselerasi implementasi kebijakan Otonomi Khusus Papua yang sudah berlangsung sejak tahun 2001, dan juga bertujuan untuk memastikan bahwa hak-hak masyarakat Papua dalam kerangka otonomi khusus benar-benar terlaksana.
BPP merupakan Lembaga non struktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. BPP bersifat koordinatif dan pengarah dengan tugas melaksanakan sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi dan koordinasi percepatan pembangunan dan otonomi khusus papua. Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2022 sebagai dasar hukum pembentukan BPP mengamanatkan anggotanya merupakan unsur OAP (Orang Asli Papua) dan bukan dari unsur pemerintahan.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Otonomi Khusus untuk Papua lahir sebagai upaya untuk memberikan keadilan dan pemenuhan hak-hak dasar (infrastruktur, Kesehatan, Pendidikan) bagi masyarakat Papua setelah bertahun-tahun merasakan ketimpangan dalam Pembangunan, oleh Pemerintah Pusat telah ditetapkan setiap tahun Dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk mewujudkan kesejahteraan Masyarakat Papua.
Keberadaan BPP selain sebagai wakil langsung dari unsur Orang Asli Papua menunjukkan upaya pemberdayaan sumber daya berupa adat dan budaya juga diharapkan dapat meredakan konflik dan gerakan separatisme yang masih sering terjadi.
Sebagai perkuatan mewujudkan kesejahteraan masyarakat Papua, Dana Otonomi Khusus perlu dipastikan pengawasan atas pelaksanaannya. Fungsi Sinkronisasi, Harmonisasi, Evaluasi, dan Koordinasi atau SHEK oleh BPP diperlukan dalam percepatan pembangunan dan pelaksanaan Otonomi Khusus di wilayah Papua.
Beberapa literatur terkait pelaksanaan otonomi khusus dan dana otonomi khusus yang pernah dilakukan diantaranya “masih terdapat ketimpangan dalam distribusi dana Otsus yang menyebabkan beberapa wilayah di Papua tetap tertinggal “ (Otonomi Khusus Papua: Implementasi dan Implikasinya terhadap Pembangunan Daerah,Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik, 2016). Fokus temuan pada penelitian ini yaitu adanya tantangan besar dalam distribusi Dana Otonomi Khusus, yang sering kali tidak sampai kepada masyarakat yang membutuhkan. Selain itu, ada masalah dalam transparansi pengelolaan dana oleh Pemerintah Daerah.
Pada literatur yang lain “Meskipun ada alokasi dana yang cukup besar, distribusi dan penggunaan dana sering kali tidak efisien. Salah satu temuan utama adalah adanya kesenjangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam hal pengelolaan dana. diperlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap penggunaan dana Otsus” (Evaluasi Dana Otonomi Khusus di Papua: Studi Kasus Kota Jayapura, Jurnal Ekonomi Pembangunan,2018).
Meskipun Otsus memberikan sejumlah kewenangan kepada Pemerintah Papua, pembangunan tidak merata di seluruh wilayah Papua. Masyarakat Papua juga belum merasakan perubahan signifikan dalam hal kesejahteraan dan akses terhadap layanan publik (Papua dalam Perspektif Otonomi Khusus: Dampak, Tantangan, dan Peluang,2012).
Dari beberapa hasil penelitian dan tulisan di atas, disimpulkan keberadaan dana otsus sebagai instrumen penggerak utama mensejahterakan Masyarakat Papua masih ditemukan berbagai masalah seperti distribusi, tidak meratanya Pembangunan dan in efisiensi yang memerlukan pengawasan yang ketat didalamnya.
Badan Pengarah Papua (BPP) dapat mengambil peran didalamnya. Sesuai Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2022, disebutkan bahwa fungsi dari BPP diantaranya adalah :
- pemberian arah kebijakan umum pelaksanaan Otonomi Khusus dan percepatan pembangunan di wilayah Papua;
- sinkronisasi, harmonisasi, dan koordinasi serta pemberian arahan pembinaan, pengawasan, evaluasi, pelaporan dan pertanggungjawaban terhadap pengelolaan perencanaan, penganggaran, pendanaan, penerimaan, dan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka Otonomi Khusus dan percepatan pembangunan Provinsi Papua yang dilaksanakan oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah Provinsi Papua;
- pemberian pertimbangan, arahan, dan rekomendasi penyelesaian permasalahan dan isu strategis pelaksanaan Otonomi Khusus dan percepatan pembangunan di wilayah Papua;
- pengendalian penyelenggaraan Otonomi Khusus dan percepatan pembangunan di wilayah Papua dengan berpedoman pada Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua dan Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Papua untuk jangka menengah;
- penyampaian pelaporan pelaksanaan Otonomi Khusus dan percepatan pembangunan di wilayah Papua kepada Presiden; dan
- pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden.
Maka dari fungsi dan tugas tersebut, BPP diharapkan dapat berperan aktif dan bertindak selaku evaluator dalam pelaksanaan otonomi khusus Papua lebih khusus pada evaluasi penyaluran dana Otonomi khusus agar tepat sasaran. Selain itu, tugas melaksanakan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah dalam kaitannya program untuk lebih memberdayakan potensi sumber daya asli Papua diperlukan agar tidak terjadi tumpeng tindih dengan Pemerintah Pusat agar terjadi harmonisasi program yang ditujukan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat asli Papua.
Keberadaan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua, Dana Otonomi Khusus dan peraturan pelaksanaan lainnya seperti yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat merupakan bukti perhatian khusus bagi Pembangunan tanah papua agar lebih sejajar dengan daerah lainnya di Indonesia. Disamping itu, dibentuknya Badan Pengarah Papua (BPP) merupakan wujud keseriusan dari Pemerintah Pusat dalam mengakomodir suara Orang Asli Papua yang diberikan akses dalam menata, dan mengelola daerahnya sendiri dengan harapan cita-cita pendiri bangsa mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyatnya dapat terwujud.
**Penulis Adalah Pegawai KPPN Wamena, tinggal di Wamena Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua Pegunungan