Wamena, nokenwene.com – Sejumlah perguruan tinggi (PT) di Wamena, Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua Pegunungan mengakui, masih menemukan calon mahasiswa yang belum bisa baca, tulisan dan berhitung dengan baik dan benar, bahwkan sama sekali tidak bisa membaca juga masih ditemukan dalam setiap penerimaan mahasiswa baru.
Universitas Amal Ilmia (UNAIM) Yapis Wamena, dalam penerimaan mahasiswa baru setiap tahunnya menemukan siswa tamat SMA yang belum mampu membaca dengan baik. Di sini memang tidak ada kasus ‘buta aksara’ akan tetapi terdapat sejumlah calon mahasiswa yang belum bisa membaca dan menulis dengan baik dan benar, menulis membentuk sebuah kalimat belum bisa dilakukan.
“Di sini masih banyak ditemukan tapi tidak signifikan tapi ada ditemukan setiap pendaftaran mahasiswa baru, setiap tahun kita menemukan ada calon – calon mahasiswa yang belum sepenuhnya tahu bagaimana membaca yang baik dan benar. Masih ada, tapi itu dinyatakan tidak sesuai dengan standar dan kualifikasi untuk masuk di perguruan tinggi kita ini. kira – kira ada sepuluan lebih kita temukan” ungkap Dr. H. Rudihartono Ismail, M.Pd, CRA., CRP, Rektor Unaim, selasa (27/08/2024).
Rektor menyebutkan, calon mahasiswa dengan kompetensi dasar yang rendah itu berasal dari berbagai kabupaten di Papua Pegunungan, termasuk dari Kabupaten Jayawijaya Ibukota Provinsi Papua Pegunungan. Beberapa diantara mereka melamar perguruan tinggi menggunakan ijazah paket (paket A, B dan paket C) tapi ada juga ijazah sekolah regular: SD, SMP dan SMA/sederajat, namum memiliki masalah yang sama.
“Banyak, mulai dari kita di Jayawijaya juga sudah menemukan, daerah-daerah pinggiran juga, Kabupaten pemekaran yang ada kita sudah temukan hal-hal itu, jadi banyak kabupaten yang mungkin proses pendidikan dasar tidak berjalan secara baik” Bebernya.
Setelah melakukan proses seleksi, terhadap siswa dengan kemampuan baca tulis dan menghitung yang rendah, terpaksa dinyatakan tidak lulus. “Karena perguruan tinggi tidak lagi belajar pendidikan dasar tapi mahasiswa belajar tentang penjabaran teori dan konsep untuk inplementasikan ke masyarakat” ujar Rudi.
Menurut Rudihartono, untuk bisa menyelesaian masalah tersebut, dibutuhkan keterlibatan semua pihak tentang bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan dasar di Papua Pegunungan ini. Pendidikan adalah sebuah proses, bukan sekedar ikut ujian, naik kelas atau lulus dan dapat ijazah, akan tetapi dibutuhkan sebuah proses yang harus dilalui.
Selain fasilitas dan tenaga guru harus memadai, tapi proses jalannya pendidikan di tingkat dasar juga harus menjadi perhatian semua pihak, libatkan akademisi, atau pihak kampus dan berbagai pihak lain lalu lakukan kajian. Dalam kajian jika temukan masalah, selesaikan masalah tersebut melalui kebijakan.
“Pemerintah melibatkan semuanya, ada kampus akademisi melakukan kerja sama,lakukan kajian sehingga ada yang menjadi rekomendasi, jangan membuat program tiba masa tiba akal, dan apa yang menjadi temuan dan rekomendasi itu diselesaikan, sehingga kita selesaiakan masala ini bersama-sama” Urai Rektor tentang solusi yang bisa dilakukan.
Sementara itu, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Abdi Wacana Wamena perketat system penerimaan dengan cara tes wawancara dan tertulis setiap penerimaan calon mahasiswa baru. Penerapan itu dilakukan setelah adanya temuan calon mahasiswa ‘buta aksara’ atau tak mampu baca tulis dan hitung (Calistung) pada tahun 2020 dan 2021 lalu.
PLT. Ketua STKIP Abdi Wacana, Lepinus Gombo, S.Pd., M.Si, mengatakan, saat penerimaan pihaknya mengelompokan calon mahasiswanya ke dalam 3 kategori, yakni kategori pertama untuk Cama berkompeten atau lancar membca, menulis dan berhitung, kategori ke dua tidak lancar membaca menulis dan berhitung dan yang ke tiga sama sekali tidak bisa baca tulis dan hitung.
Penentuan kategori itu dilakukan setelah melakukan Ujian Masuk Perguruan Tinggi Swasta (UMPTS), hasil seleksi itu selanjutnya ditetapkan melalui rapat kelulusan “ Kami tetapkan kategori yang ke tiga itu tidak lulus”Ujarnya, senin (27/08/2024).
Selanjutnya pihak STKIP menyurat ke sekolah asal para siswa yang tak bisa Calisting tersebut untuk menjadi catatan evaluasi bagi guru-guru di sekolah yang meluluskan siwa-siswa tersebut. Awalnya STKIP temukan kasus tersebut pada tahun 2020 dan 2021.
“Yang lebih parah itu kami temukan ada 4 mahasiswa dan itu kami menyurat ke sekolah asalnya bahwa ini kami tidak bisa terima mereka karena memang sama sekali tidak bisa membaca menulis dan itu bukan urusan kami di perguruan tinggi, dan sebenarnya bukan juga pendidikan menengah, tapi di level perguruan tinggi kami bisa temukan seperti itu, kami anggap itu aneh” Ungkap Gombo.
Sementara kepada calon mahasiswa ketegori 2 atau bisa Calistung naum kurang linca, STKIP memberikan program dan perhatian khusus dalam proses perkuliahan, mulai dari dosen pembimbing hingga dosen mata kuliah akan berikan perhatian lebih agar bisa menyesuaikan dengan mahasiswa lain.
“Itupun sebenarnya kalo di perguruan tinggi lain di daerah yang maju mereka tidak terima juga tapi kami bisa membantu mereka sesuai dengan kondisi daerah kami di Papua Pegunungan itu tugas kami untuk binah. Dalam proses perkuliahnnya kami atur program khusus, mereka ditangani secara khusus”Beber Gombo. Setelah adanya temuan tersebut, STKIP memperketat proses seleksi, berupa test tertulis dan wawancara sebagai alat ukur untuk terima mahasiswa baru.
Lebih jauh, Lepinus Gombo mengatakan, masih ditemukannya siswa tamatan SMA yang tak bisa Calistung adalah sebuah keanehan dan situasi yang memalukan dunia pendidikan di Papua Pegunungan. Oleh karenanya, ia mengajak semua pihak untuk bersama-sama membenahai berbagai kekurangan yang ada terutama pada level pendidikan dasar. Ajakan ini secara khusus Ia sampaikan kepada ribuan alumni (guru) dari STKIP yang sudah menyebar pada sejumlah kabupaten di Papua Pegunungan.
“Anak – anak kami ada yang kemampuannya kami temukan seperti itu sehingga kami berharap supaya dalam hal ini guru-guru yang kami sudah tamatkan dan sudah dipake oleh pemerintah, saya pesan secara khusus alumni kami betul-betul jadi guru yang profesional mendidik adik-adik anak-anak kami” Harapnya.
STKIP Abdi Wacana Wamena memiliki 3 program studi strata satu yakni, program pendidikan guru bahasa Indonesia, bahasa inggris dan program studi guru matematikan serta beberapa program studi diploma III. Sejak tahun 2011 hingga saat ini, kampus itu telah menamatkan lebih dari 1.300 sarjana pendidikan dalam 13 angkatan.
Jauh sebelum dua pimpinan perguruan tinggi (UNAIM dan STKIP) mengungkap masalah tersebut, Marthen Medlama S.Pd, M.Si, MTSOL selaku rector Universita Baliem juga pernah mengakui masalah serupa pada tahun 2023 lalu.
Katanya Situasi pendidikan kita di Papua Pegunungan ini ternyata sangat menyedihkan” Pertanyaan kita sama-sama sekarang apakah situasi pendidikan kita di Papua Pegunungan berjalan baik atau tidak? Kalo kita mau jujur, saya di perguruan tinggi, saya ketemu mahasiswa ada yang belum tahu tulis” kata Marthen Medlama pada desember 2023 lalu.
“Dan jujur saya anak Wamena ini kadang air mata jatuh. Saya suruh dosen-dosen saya untuk satu bulan ajar tulis dan membaca, jadi semacam materikulasi itu ada. Ini kit S1 suruh ajar membaca dan menulis ulang satu bulan. Kalo kita mau biarkan mereka trus mau kemana mereka, itu pertanyaan saya, jadi kita didik dulu baca dan tulis” katanya lagi. (*)
Pewarta: Jurnalis Warga Noken Wamena