Data tahun 2023 lalu menunjukkan ada lebih dari 620 ribu anak di jenjang SD, SMP dan SMA/SMK tidak bersekolah atau tidak menyelesaikan pendidikannya di Tanah Papua.
Oleh: SIL ABUS*
Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Penyelenggaraan pendidikan diharapkan mampu mencetak manusia yang berkualitas yang dapat mewujudkan tujuan pembangunan nasional.
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dengan tujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik agar menjadi manusia yang berkualitas dengan ciri-ciri beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, beriman, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab. (UU Pasal 20 Tahun 2003).
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan-kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan untuk peranannya di masa yang akan datang. Karenanya, pendidikan merupakan elemen penting bagi pembentukan karakter seseorang dan membangun suatu bangsa.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dengan berbagai macam kondisi geografis, sosial dan ekonomi. Hal ini menyebabkan terjadinya ketimpangan pendidikan antara wilayah perkotaan dan pedalaman. Ketimpangan pendidikan itu secara kasat mata bisa kita temukan di daerah terpencil seperti di pedalaman Papua.
Pada tahun 2023 lalu, Agus Sumule, seorang pakar pendidikan dari Universitas Papua mengungkapkan bahwa ada lebih dari 620 ribu anak jenjang SD, SMP hingga SMA yang tidak sekolah atau putus sekolah di seluruh Tanah Papua. Data ini menunjukkan suatu kegentingan masalah pendidikan yang mesti mendapat perhatian semua pihak.
Data tersebut menggambarkan bagaimana kondisi pendidikan di Tanah Papua sekaligus menunjukkan ketimpangan pendidikan antara Papua dan wilayah lain Indonesia. Ketimpangan ini sudah berlangsung lama dan akan terus terjadi jika tidak ada langkah-langkah yang diambil untuk menjembatani ketimpangan itu.
Ketimpangan pendidikan di pedalaman Papua bisa dilihat dari berbagai aspek seperti akses, kualitas maupun sarana dan prasarana yang tersedia. Akses pendidikan di daerah pedalaman masih menjadi masalah yang serius, banyak anak-anak di daerah pedalaman yang tidak bisa sekolah karena jarak sekolah yang sangat jauh. Kondisi topografi wilayah pedalaman Papua yang berbukit-bukit dan tidak adanya akses jalan (kendaraan) di pedalaman membuat banyak anak yang tidak bisa pergi sekolah. Anak-anak yang jauh dari kota atau sekolah terdekat terpaksa tidak bisa mengenyam pendidikan dasar. Sementara negara mengakui bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang mesti dipenuhi oleh pemerintah.
Selain akses Sekolah yang jauh, cukup banyak sekolah di pedalaman Papua yang masih kekurangan tenaga pengajar. Berdasarkan data pada tahun 2023 lalu, Tanah Papua kekurangan lebih dari 20 ribu guru untuk berbagai jenjang pendidikan. Efek yang ditimbulkan dari kekurangan tenaga guru ini adalah kualitas penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan.
Masalah lain dalam pendidikan di Tanah Papua khususnya di daerah pedalaman adalah ketersediaan sarana dan prasarana. Masih ada sekolah di pedalaman yang belum memiliki sarana dan prasarana seperti perpustakaan, bahan bacaan dan fasilitas belajar mengajar yang sangat terbatas. Bahkan sarana dan prasarana dasar seperti ruangan kelas dan buku ajar masih memprihatinkan.
Melihat masalah di atas tentu bisa dikatakan ketimpangan pendidikan di pedalaman Papua sangat terlihat jelas dengan wilayah lain di Indonesia khususnya di pulau Jawa. Ketimpangan itu tidak bisa ditangani dengan cara kebijakan yang biasa-biasa saja. Perlu adanya kebijakan afirmatif yang mampu mengurai dan mengatasi sengkarut persoalan dunia pendidikan tersebut. Ini tentunya mengharuskan partisipasi banyak pihak dan bukan hanya menjadi urusan pemerintah daerah di Papua. Kondisi geografis yang sulit, akses yang terbatas dan dana yang tidak memadai untuk mengakses semua wilayah pedalaman itu, membuat pemerintah daerah kesulitan untuk membangun pendidikan yang memadai bagi pemenuhan hak anak-anak di wilayah pedalaman. Untuk itu, pemerintah pusat perlu terlibat aktif mendukung pemerintah daerah.
Selain pemerintah, Gereja-gereja yang ada di tanah Papua bisa kembali meningkatkan perannya yang mulai pudar dalam dunia pendidikan. bukan rahasia lagi bahwa Gereja-gereja di tanah Papua memiliki sejarah panjang dalam membangun pendidikan termasuk di wilayah pedalaman. Sayangnya lembaga pendidikan dari berbagai gereja pun saat ini mengalami berbagai kendala termasuk kekurangan guru dan fasilitas pendidikan. Namun dengan kepercayaan publik yang masih kuat terhadap lembaga keagamaan, maka bukan hal yang mustahil jika Gereja di tanah Papua kembali memainkan peran pentingnya dalam dunia pendidikan.
Selain pemerintah dan gereja, masyarakat perlu dilibatkan dalam mendukung pembangunan pendidikan di pedalaman Papua. Orangtua perlu diajak untuk berpartisipasi dalam pendidikan anak-anak baik dengan mendorong anak-anak untuk belajar, juga dengan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan proses belajar mengajar di sekolah.
Pengawasan oleh masyarakat ini menjadi sangat penting dan strategis karena pemerintah khususnya Dinas Pendidikan, Bupati dan para Wakil Rakyat tidak bisa selalu ada dan melakukan pengawasan terhadap sekolah-sekolah di pedalaman. Orangtua dan masyarakat yang ada di lokasi sekolah, karenanya berperan penting untuk memastikan bahwa sekolah yang ada dijaga, aktif dan anak-anak bisa mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan baik.
Dengan partisipasi banyak pihak, diharapkan masalah pendidikan di pedalaman Papua bisa tersentuh dan ratusan ribu anak Papua bisa kembali mengenyam pendidikan.
*Sil Abus merupakan seorang guru Yahukimo Cerdas