Wamena, nokenwene.com – Tokoh Perempuan, Pemuda dan tokoh Gereja di Tiom Kabupaten Lanny Jaya menyatakan kondisi buta aksara di Kampung Kumuluk, Distrik Tiom Ollo, Kabupaten Lanny Jaya, Provinsi Papua Pegunungan cukup memprihatinkan sehingga butuh kepedulian bersama untuk memberantasnya.
“Cukup memprihatinkan, karena hingga saat ini angka buta aksara di Kampung Kumuluk, Distrik Tiom Ollo, tak kunjung tuntas. Sejauh ini ada 67 orang yang dipastikan belum tahu baca tulis. Sebanyak 39 orang diantaranya merupakan anak-anak di bawah umur yang seharusnya mendapatkan layanan pendidikan dasar sejak usia dini” katanya.
Hal tersebut disampaikan, tokoh perempuan Kumuluk Selim Wakur, Boni Wenda Pemuda Gereja Baptis dan Seniak Umbi Gembala jemaat Kumuluk melalui rilis yang disampaikan ke media ini, selasa (23/01/2023) di Wamena, Kabupaten Jayawijaya.
Katanya, ada sebuah sekolah di kampung Kumuluk, yaitu; SD Inpres Longgi, Kampung Kumuluk akan etapi proses belajar hanya dilakukan pada dari Senin hingga Rabu. “Sedangkan dari Kamis sampai Jumat atau Sabtu diliburkan. Sistem belajar mengajar yang kurang efektif memiliki dampak yang sangat besar dalam peningkatan buta aksara bagi anak-anak generasi penerus” katanya dalam Release itu.
Minimnya waktu dan aktivitas belajar yang terbatas di sekolah memiliki dampak besar. Dimana dalam lingkungan yang bebas, anak-anak sangat rentan terpengaruh dalam pergaulan bebas. Buktinya, anak-anak dari kampung ini mulai bersentuhan dengan minuman keras, ganja, dan seks bebas di bawah umur. Nasib dan masa depan mereka sangat terancam dalam usia produktif.
Data Buta Aksara
Prees Release itu juga merincikan data buta aksara di kmapung Kumuluk yang yang menurutnya cukup memprihatinkan. Katanya, dari 145 jiwa, ada 75 orang (L) dan 70 orang (P). Sebanyak 22 orang belum sekolah karena usia masih di bawah umur, sedangkan 31 orang, termasuk anak-anak usia produktif dipastikan tidak pernah sekolah.
“Data lain yang berkaitan dengan status pendidikan terakhir di kampung ini dipastikan, yaitu; TK/PAUD ada1 orang, yang masih sekolah dan putus dari SD ± 30 orang, SMP ± 17 orang, SMA/SMK ± 21 orang, D3 ± 2 orang, S1 ± 12 orang, S2 ± 2 orang, dan S3 belum ada. Dari 145 orang, sebanyak 67 orang dipastikan belum bisa tahu baca tulis, dan 78 orang bisa baca tulis” bebernya.
Sementara itu, dalam klasifikasi anak di bawah umur tercatat ± 66 orang. Dari jumlah tersebut, laki-laki ± 34 orang dan perempuan 32 orang. Laki-laki yang tahu baca tulis ± 15 orang dan perempuan yang tahu baca tulis ± 12 orang. Sedangkan laki-laki tidak tahu baca tulis ± 19 orang dan perempuan yang tidak tahu baca tulis ± 20 orang.
“Dalam ukuran orang dewasa tercatat ± 79 orang. Dimana laki-laki ± 42 orang, sedangkan perempuan ± 37 orang. Laki-laki dewasa yang tahu baca tulis ± 32 orang dan perempuan yang tahu baca tulis ± 21 orang. Sedangkan laki-laki dewasa yang tidak tahu baca tulis ± 10 orang dan perempuan dewasa yang tidak tahu baca tulis ± 16 orang” sebutnya.
Kelas Belajar Kumime
Melihat seituasi itu, Persekutuan Gereja-Gereja Baptis West Papua (PGBWP) Jemaat Kumuluk, Kampung Kumuluk, Distrik Tiom Ollo Lanny Jaya menggelar pelatihan pendidikan non formal bagi orang tua dan anak-anak usia di bawah umur setempat.
“Kegiatan ini dilakukan karena ada masalah di kalangan orang Papua (Lani), baik anak muda hingga dewasa. Dimana banyak sekali orang Papua belum memahami tentang jati dirinya, dan peradaban manusia Papua, sehingga mudah mengasingkan diri. Pada saat yang sama masih hidup dalam krisis literasi, dan masih mempraktekan tindak kekerasan terhadap perempuan hingga menimbulkan korban jiwa.” Ungkapnya.
Setelah melakukan pelatihan pendidikan non formal, pada Sabtu 20 Januari 2024 telah membentuk kelas belajar “Kumime” di Kampung Kumuluk. Distrik Tiom Ollo, Kabupaten Lanny Jaya, Papua Pegunungan. Tujuan pembentukan kelas belajar ini adalah untuk ikut memberantas buta aksara di kampung ini. Koordinator kelas belajar ini adalah mama Miana Yigibalom dan Ate Yikwa sebagai Wakil.
“Kelas belajar ini akan dikendalikan oleh mama-mama Papua di kampung ini. Selain akan membimbing anak-anak di rumah, mereka siap mengajarkan anak-anak dan orang dewasa yang tidak tahu baca tulis dan hitung dalam kontrol Gerakan Papua Mengajar (GPM) dan Komunitas Sastra Papua (KoSaPa)”.
Harapan Kepada Stakeholder
Peran keluarga, terutama ibu-ibu dalam rumah tangga memiliki peranan sangat penting guna memberantas masalah buta aksara dan memproteksi nasib dan masa depan anak-anak dari pengaruh lingkungan kampung ini. Tanpa peran perempuan, masalah buta aksara, apalagi harapan tentang generasi emas tidak akan tercipta secara maksimal.
“Sebaiknya pihak gereja Baptis, memperkuat pendidikan informal dan non formal. Pendidikan informal harus memperkuat basis pendidikan dasar dalam rumah tangga. Setiap orang tua dan keluarga yang tahu baca tulis dan hitung, wajib hukumnya mengajarkan anak-anak sejak dalam rahim ibu” harapnya.
Gereja harus memperkuat basis pendidikan keluarga. Salah satu caranya adalah melatih dan menyiakan kaum ibu dan bapak, termasuk guru-guru sekolah minggu, kemudian dari mereka mengajarkan anak-anak di rumah dan kompleks masing-masing tentang abjad dan angka
“Selain itu, harus membangun pendidikan non fomal di setiap kompleks masyarakat. Bila perlu setiap halaman gereja dimanfaatkan untuk mengajarkan anak-anak yang masih belum bisa baca tulis dan hitung. Misalnya, dalam seminggu bisa membuka kelas baca tulis tiga kali”.
Selain itu, pemerintah juga diminta mendukung gerakan pemberantasan buta aksara, minuman keras, ganja, sabu-sabu, HIV/AIDS dan lainnya bersama pihak gereja. Penyakit sosial ini sudah berada di depan mata. Di kota Tiom, bahkan di lingkungan sekolah mulai tersebar secara masif.
“Oleh karena itu, masalah sosial seperti ini harus diatasi dari sekarang dengan rasa kepedulian dan kerjasama dari semua pihak terkait. Kalau tidak, niscaya nasib dan masa depan generasi Papua, khususnya dari suku Lani, termasuk yang ada di kampung Kumuluk akan hancur sia-sia” tutup release tersebut.
Pewarta: Jurnalis Warga Noken Wamena(*)