Wamena, nokenwene.com – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI temukan sejumlah masalah di lokasi rencana pembangunan kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan di Wilayah adat Walesi dan Wouma, Kabupaten Jayawijaya.
sejumlah masalah ditemukan saat tim Komnas HAM RI berkunjung ke Wamena untuk menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat adat Walesi dan Wouma tentang hak ulayat tanah wilayah itu yang hendak dibangun kantor Gubernur. Kunjungan Komnas HAM dilakukan selama 2 hari (4-5 Oktober 2023).
Komisioner Komnas HAM RI, Prabianto Mukti Wibowo mengatakan, setelah bertemu langsung di lapangan, sebagian masyarakat adat dari Walesi dan Wouma masih menolak tanah adatnya dijadikan lokasi kantor Gubernur, belum ada kata sepkata diantara masyarakat.
“Itu yang pertama, yang kedua kita melihat sendiri langsung ke lapangan bahwa lahan yang akan dijadikan sebagai pusat perkantoran itu merupakan lahan subur ya, lahan perkebunan rakyat yang selama ini memang digunakan sebagai sumber kehidupan masyarakat” katanya saat di wawancarai di Bandara Wamena, jumat (06/10/2023).
Dikatakan, jika pemerintah provinsi Papua Pegunungan memaksakan harus membangun pusat perkantoran di wilayah itu maka akan menghilangkan sumber kehidupan masyarakat adat Walesi maupun Wouma dan hal ini tentu merupakan suatu pelanggaran HAM.
Masalah lain yang ditemukan, Pemda Jayawijaya dan DPRD nya tidak pernah dilibatkan untuk membicarakan tentang lokasi kantor Gubernur, padahal Bupati telah siapkan dua lokasi yaitu Muliama dan. Hasil pertemuan Komnas HAM RI dengan DPRD Jayawijaya mendapatkan informasi yang berbeda.
“Bukannya mereka apatis tapi dalam hal ini Bupati merasa tidak pernah diajak bicara, padahal Bupati sudah menyiapkan dua lokai untuk pembangunan gedung perkantoran Provinsi ini, yaitu yang di Gunung Susu dan di Muliama” bebernya menjelaskan hasil pertemuannya dengan ketua DPRD Jayawijaya.
Lebih jauh kata Wibowo, pihaknya juga sudah meninjau kedua lokasi yang disediahkan Bupati tersebut (Gunung susu dan Muliama. Secara geografis kedua lokasi ini lebih strategis dibanding di wilayah Wouam dan Walesi.
“Karena memang terletak di jalan yang menghubungkaan dua atau tiga Kabupaten lain jadi lebih strategis dibandingkan di Walesi letaknya lebih di sudut. Selain itu tidak ada aktifitas perkebunan warga di dua lokasi ini juga” ungkapnya.
Temuan Komnas HAM lainnya, tidak adanya ruang dialog dan partisipasi yang bermakna diantara para pihak masyarakat Wouma dan Walesi. Komnas mendapatkan pesan bahwa semua rencana ini didominasi oleh salah satu pihak yang memiliki kepentingan untuk tetap membangun Kantor.
“Dengan kepentingan tadi mereka melakukan intimidatif sifatnya, kepada masyarakat, ini juga tentunya merupakan satu dugaan pelanggaran hak asasi kalau mereka lakukan intimidasi dan pemaksaan dan melakukan penggusuran paksa, ini menyalahi norma-norma hak asasi manusia” jelas Wibowo.
Rencana Tindak Lanjut
Atas temuan lapangan sejumlah mermasalahan tersebut, Komisioner Komnas HAM RI, Prabianto Mukti Wibowo mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti dengan melakukan koordinasi tingkat pemerintah pusat baik Mendagri, Kantor Staf Presiden (KSP) dan DPR RI untuk temukan solusi terbaik.
“(sampaikan) bahwa pembangunan yang akan kita lakukan ini tidak boleh dengan menggusur masyarakat adat setempat karena hilangnya wilayah adat ini tentunya akan mencabut kehidupan masyarakat, tidak mensejahterahkan tapi malah sebaliknya timbul kondisi yang lebih buruk” bebernya.
Selain itu, jika dipaksakan ada potensi terjadinya konflik horisontal yang lebih besar, baik secara internal di suku Walesi dan Wouma maupun antar suku di Wilayah tersebut, karena wilayah itu didiami masyarakat dari beberapa suku dan kerabat lain.
“Selain Wouma dan Walesi kami dengar di sana ada kerabat lain dari Nduga, Lanny Jaya dan sebagainya yang berkebun di wilayah tersebut, sehingga kalo dipaksakan digusur tentunya akan menimbulkan konflik horisontal” jelas Prabianto Mukti Wibowo yang ditemui dibandara Wamena sesaat sebelum berangkat ke Jayapura.(*)
Pewarta: Jurnalis Warga Noken Wamena*