Kasus HIV/AIDS di Provinsi Papua terus meningkat. Perlu penanganan serius dari semua pihak untuk menghentikan laju pertambahan kasus HIV/AIDS.
Oleh Tim Nokenwene
Jayapura,nokenwene.com—Kasus HIV/AIDS di Provinsi Papua semakin mengerikan. Total sudah 3.648 di Papua meninggal dunia karena HIV/AIDS.
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) provinsi Papua mengungkapkan bahwa per September 2022, total kasus HIV/AIDS di Papua berjumlah 50.011 kasus.
“Di Provinsi Papua, sampai akhir September 2022 terdapat 50.011 kasus HIV/AIDS,” ungkap Anton T. Mote Ketua KPA Provinsi Papua kepada media di Jayapura pada bulan November 2022 lalu.
Anton merincikan, dari 50.011 kasus tersebut, 20.441 kasus positif HIV dan 29.570 kasus positif AIDS.
Menurutnya kasus yang tercatat ini disebut masih belum terhitung dengan fakta-fakta lainnya di lapangan. Fakta-fakta tersebut adalah masih adanya masyarakat yang tidak berani memeriksakan dirinya sehingga tidak diketahui statusnya.
“Jumlah penderita HIV/AIDS di Provinsi Papua tersebut tentu belum termasuk fakta yang ada di lapangan. Hal ini dikarenakan masyarakat yang kurang memiliki kesadaran untuk memeriksakan diri karena anggapan takut dijauhi dan dikucilkan oleh masyarakat,” terangnya.
Angka ini meningkatkan 3.044 kasus dari tahun 2021 yang berjumlah total 46.967 kasus.
Nabire menjadi kabupaten dengan kasus HIV/AIDS tertinggi di Papua dengan total kasus 9.189 kasus, diikut Kota Jayapura 7.761 kasus, Kabupaten Jayawijaya 6.867 kasus, Kabupaten Mimika 6.824 kasus dan kabupaten Jayapura 4.347 kasus.
Dari total 50.011 kasus tersebut, sebanyak 3.648 orang meninggal dunia. Angka kematian tertinggi akibat HIV/AIDS terjadi di Kabupaten Jayawijaya sebanyak 509 kasus diikuti kabupaten Jayapura 481 kasus, Nabire 471 kasus dan kabupaten Kepulauan Yapen 402 kasus.
Anton Mote menambahkan bahwa tingginya kasus HIV/AIDS di Papua karena minimnya edukasi dan anggaran untuk melakukan pencegahan.
Ia menjelaskan saat ini penyampaian informasi terkait HIV/AIDS di Papua masih belum optimal. Dia menyebut masih banyak masyarakat yang belum paham betul dengan penyakit tersebut.
“Sarana dan prasarana komunikasi dan informasi untuk HIV/AIDS yang tersedia kalau tidak dapat diakses oleh orang yang bersangkutan juga tidak akan menambah pengetahuan orang tersebut,”ungkap Anton kepada awak media.
Fenomena Gunung Es
Seperti diungkapkan Anton Mote, data kasus HIV yang berhasil dikumpulkan KPA Provinsi Papua tidak dapat menggambarkan angka kasus sesungguhnya di lapangan.
Data yang ada merupakan data yang berhasil dicatat oleh pemerintah melalui layanan kesehatan. Hal ini belum ditambah kasus-kasus lain di tengah masyarakat yang tidak didata karena orang dengan HIV/AIDS tidak memeriksakan dirinya.
Masalah lain adalah layanan kesehatan belum semuanya memiliki fasilitas dan tenaga pemeriksa HIV/AIDS atau juga tidak melakukan pencatatan.

Kabupaten Yahukimo misalnya, berdasarkan data yang dikumpulkan nokenwene.com sejak 2018 lalu, total kasus HIV tidak berubah. Data KPA Provinsi Papua sejak tahun 2018 hingga 2022 menunjukkan kasus HIV/AIDS di Yahukimo tetap di angka 22 kasus.
Hal ini patut dicurigai apakah memang tidak ada perubahan kasus atau karena tidak adanya pencatatan kasus atau tidak adanya pemeriksaan HIV selama beberapa tahun terakhir di Yahukimo.
Tidak adanya informasi perkembangan kasus HIV/AIDS di kabupaten Yahukimo patut mendapatkan perhatian serius semua pihak. Sebab kasus HIV selalu merupakan fenomena gunung es dimana data yang terungkap selalu lebih kecil dari fakta sesungguhnya di lapangan.