Oleh : Ruland Kabak
Setiap siang hari pukul 14.00 hingga 17.00 pada akhir pekan sebelum matahari terbenam jalanan kering berdebu di samping tugu jam kotak jantung Ibukota Kabupaten Yahukimo ada kepadatan tidak biasa.
Sebuah lapak sederhana yang dikerumuni anak-anak Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) bahkan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan para alumni dari tingkat Universitas Negeri dan Swasta di Papua dan luar Papua. Bukan tawa canda tapi hening, semua terlihat serius pandangi buku-buku bacaannya.
Trotoar di pinggir jalan yang penuh dengan debu disulap menjadi rak buku sudah terisi berbagai macam buku-buku. Mulai dari buku cerita, dongeng sampai ilmu pengetahuan. Untuk mengantarkan buku bacaan dari rumah ke lokasi bacaan kadang menggunakan ojek dengan mengeluarkan biaya sebesar 40 ribu. Setiap hari para pengunjung di perpustakaan jalanan ini mencapai 51 hingga 60 orang.
Lapak Perpustakaan Buku didirikan pada tahun 2021. Luis Kabak sang pendiri perpustakaan jalanan Dekai Books menceritakan pada mulanya perpustakaan jalanan yang dibuat bersama teman-temannya sejak tahun 2019-2021 dengan melakukan diskusi-diskusi dan tepat pada tanggal 20 Maret 2021 perpustakaan jalanan Dekai Books dibentuk di Jogyakarta. Modal mereka hanya dengan melakukan donasi buku yang tidak dipakai dan Koleksi buku-buku juga masih sangat terbatas karena hanya mengandalkan koleksi pribadi.
Luis menjelaskan Dekaibooks merupakan perpustakaan jalanan (gerakan literasi) yang dijalankan oleh anak-anak muda Yahukimo di ibu kota Dekai. Dekai Books dibentuk akibat minimnya literasi sehingga dapat menolong generasi muda. Selain itu dekaibooks ingin membangun kesadaran bersama atas realitas kehidupan yang dialami oleh komunitas setempat.
Mahasiswa yang mengenyam pendidikan di salah satu kampus di Semarang ini juga menjelaskan selain menggerakkan literasi juga belajar bersama-sama bahwa penting juga untuk mengenali realitas melalui pengamatan, refleksi dan aksi bersama dalam bentuk gerakan literasi. Pendidikan tidak hanya belajar di ruang-ruang kelas tetapi pendidikan sesungguhnya ada pada realitas kehidupan sehari-hari yang dijalani bersama. Pendidikan harus mendekatkan siswa pada realitas agar siswa belajar sesuai kebutuhan untuk dapat mengatasi masalah bersama.
Tidak banyak orang melirik lapak yang dibuat Louis dan teman-temannya. Mereka bahkan dianggap tim penjual buku-buku bekas yang keberadaannya dianggap hanya menganggu ketertiban wilayah sekitar lapangan sepak bola hutan rimba.
“ Ya orang kira kami mungkin penjual buku di jalanan dan mengganggu ketertiban lalu lintas,” Kata Rudi yanga akrab di sapa Ondo yang juga Koordinator Dekai Books Yahukimo.
Walaupun panas terik dan debu jalanan ia terus duduk didampingi beberapa temanya yang juga anggota Dekai Books Yahukimo. Sambil duduk menjaga buku-buku, tenggorokan pun mulai dahaga, dan tiga tegukan air mineral jenis Aqua pun menjadi malaikat penolong dahaganya. “ Air sedikit jadi saya minum sendiri e,” ucapnya kepada temanya sambil mengangkat air tersebut.
Di daerah maju membaca buku memang paling pas ditemani secangkir kopi, namun apa daya, lapak baca jalanan hanya bisa ditemani sebotol air mineral. Diantara pohon-pohon menjadi atap buat para pembaca, selain itu, rumput-rumput dan sepotong beton menjadi kursi mereka. Walaupun demikian, niat dan semangat baca tidak pernah pudar dari jiwa para anak-anak muda Yahukimo ini.
Selayaknya tumbuhan kecil di sela tugu kota, perpustakaan jalanan Dekai Books tampak kecil, jarang terlihat dan dipandang lalu saja. Meskipun demikian, mereka tumbuh, mengorganisir diri dan memberi degup ruang-ruang diskusi dan pertemuan untuk sekitarnya.
Penulis adalah Penulis Jalanan
Discussion about this post