Oleh : Wileka Mokar )*
PEMBANGUNAN JALAN LUKMEN
Pembangunan Jalan Lingkar Lukmen direncanakan akan dibangun mulai tahun ini (2021) dan ditargetkan rampung pada 2024 mendatang. Pembangunan Jalan Lingkar ini direncanakan akan dibangun sepanjang 42 KM dan lebar jalan 24 M mulai dari Pasir Putih ke Tulem hingga ke Moai, Moai ke Wimanesili (Batalyon 756), Siwarek ke Sapalek hingga ke Welesi, Mouma hingga ke Muara Kali Uwe dan sambung lagi ke Wesaput, Walelagama hingga ke Siep Kossy dan kembali ke Pasir putih. Dana yang dianggarkan untuk pembangunan jalan ini senilai 400 milyar.
PROGRAM 3 W
Program pemerintah kabupaten Jayawijaya di bawah kepemimpinan Bupati Jhon Banua dan Martin Yogobi telah mencanangkan program Wen, Wam, Wene yang diangkat dari filosofi hidup masyarakat (Adat) kabupaten Jayawijaya.
Program ini tidak terlepas dari wilayah adat yang di dalamnya terdapat tanah, hutan, areal perkampungan (O Sili), areal perkebunan (Wen Oak), tempat keramat (Wakunmo) dan tempat-tempat bersejarah lainnya seperti, etani silimo, kayoroma, dsb. Semua ini berkaitan erat dengan keberlangsungan hidup masyarakat Jayawijaya yang terangkum dalam filosofi hidup masyarakat yakni, Wen, Wam, Wene. Kini filosofi hidup masyarakat lembah Baliem itu diangkat menjadi program pemerintah Kabupaten Jayawijaya.
KONTRADIKSI
Menggunakan filosofi masyarakat adat menjadi sebuah program sungguh patut diapresiasi. Program seperti ini akan sangat mudah diterima dan didukung masyarakat.
Namun, sebuah program yang bertitik tolak dari filosofi hidup masyarakat bisa juga hanya menjadi hiasan atau pemanis untuk menghipnotis masyarakat. Hal ini mungkin terjadi jika program tersebut tidak diikuti dengan program lainnya.
Rencana pembangunan jalan lingkar Lukman, bukan saja tidak selaras dengan program 3W, tetap juga bertentangan dan malah membahayakan filosofi 3W itu sendiri. Pada satu sisi, pembangunan jalan itu kelihatan baik untuk membuka akses masyarakat, pada sisi lainnya jalan yang melewati wilayah penting masyarakat adat akan menghancurkan sistem dan filosofi hidup masyarakat setempat.
Pemerintah kabupaten Jayawijaya mendukung program pembangunan Jalan Lukmen. Dukungan tersebut sesungguhnya bertentangan dengan program 3W sebab, dengan pembangunan jalan Lingkar Lukmen ini telah melintasi areal perkebunan, areal perkampungan dan tempat-tempat keramat sehingga, dengan adanya Jalan lingkar Lukmen ini, masyarakat akan kehilangan areal perkebunan, areal perkampungan dan tempat-tempat keramat dan tempat-tempat bersejarah dalam kehidupan masyarakat Jayawijaya.
Kontradiksi dua program ini sulit didamaikan karena pelaksanaan program yang satu hanya mungkin meniadakan program yang lainnya. Membangun jalan Lingkar Lukmen dengan menghancurkan wilayah perkebunan hingga tempat keramat, sama saja dengan meniadakan program 3W. Belum lagi terbukanya akses berdampak pada perubahan sistem dan pola hidup masyarakat yang selama ini bertahan dari gempuran peminggiran masyarakat adat dengan filosofi 3W.
Jika, pemerintah kabupaten Jayawijaya benar-benar ingin mengimplementasikan program 3 W seharusnya pemerintah tidak menerima program yang menghancurkan areal perkebunan, areal perkampungan, tempat-tempat keramat dan tempat-tempat bersejarah lainnya yang memiliki hubungan erat dengan terwujudnya program 3 W ini.
BAGAIMANA SIKAP MASYARAKAT ADAT ?
Demi eksistensi masyarakat adat yang bersandar pada filosofi 3 W maka, masyarakat adat harus menolak pembangunan jalan Lingkar Lukmen ini dengan tegas, apa pun alasannya. Sebab, dengan adanya jalan Lingkar akan menghancurkan semua hutan, areal perkebunan (Wen Oak), tempat keramat (Wakunmo), areal perkampungan (O Sili) dan tempat-tempat bersejarah lainnya seperti, Etai Silimo, Kayoroma, dsb. Sementara, secara nyata masyarakat (Adat) di Jayawijaya tidak bisa hidup tanpa tanah, tanpa kebun, tanpa honai, tanpa tempat keramat dan tanpa tempat-tempat bersejarah lainnya.
Demi eksistensi masyarakat adat ini, gereja, mahasiswa dan kelompok-kelompok lain semestinya bisa bersama-sama menolak pembangunan jalan ini sebab, pembangunan jalan ini sangat mengancam eksistensi masyarakat adat. Dan posisi pemerintah kabupaten Jayawijaya harus mendukung penolakan pembangunan jalan Lingkar Lukmen demi mewujudkan program 3 W.
Masyarakat adat, gereja, lembaga sosial hingga kaum terpelajar mestinya merefleksikan kondisi peminggiran masyarakat adat dari pusat kota Wamena. Peminggiran itu terjadi begitu masif karena masyarakat adat pemilik tanah ulayat di Wamena kehilangan tanahnya dengan berbagai cara termasuk karena dijual.
Filosofi 3W yang dihidupi dan menghidupi masyarakat adat lembah Baliem terkait erat dengan tanah. Filosofi itu hidup di atas tiap wilayah adat yang ditata sedemikian rupa sehingga membuat masyarakat adat kuat dan sejahtera. Kehilangan tanah berarti kehilangan sumber hidup masyarakat. Akibatnya masyarakat adat Papua semakin hari semakin terpinggirkan.
Peminggiran ini akan semakin masif dan luas jika akses seperti jalan Lingkar Lukmen dibuka. Masyarakat adat yang semakin terdesak oleh pengaruh pembangunan akan terpaksa merelakan tanahnya dijual dan mencari daerah yang semakin jauh untuk menjadi sumber penghidupan baru. Masyarakat adat yang terjebak dalam perubahan itu memang bisa tetap berada di sekitar kota namun bukan lagi sebagai pemilik tetapi menjadi korban dengan hidup terkatung-katung di kota.
KESIMPULAN
Mengutip pernyataan Gembala Dr. Socratez Sofyan Yoman, MA : ” Manusia Papua bisa hidup tanpa uang, tapi tidak biasa hidup tanpa tanah.” Dan mengutip pernyataan alm. Mgr. Jhon Philip Saklil, Pr. ” Jangan hidup dari hasil jual tanah, tapi hidup dari hasil olah tanah.”
***
Penulis adalah Masyarakat Adat Baliem.
Discussion about this post