Terkait kasus kematian 13 warga distrik Bomela Kabupaten Yahukimo, Solidaritas Nasional Mahasiswa dan Pemuda Papua (Sonamappa) menilai ada pembiaran negara.
Philipus Robaha dari Sonamappa mengungkapkan bahwa kasus seperti ini bukanlah takdir tetapi pembiaran negara.
“Ini adalah pembiaran yang dilakukan negara agar orang Papua Punah dari atas tanahnya sendiri melalui kematian-kematian tak wajar seperti itu. Mereka mati karena sakit tanpa pelayanan medis,” jelas Robaha.
Sonamappa menilai bahwa ketiadaan petugas kesehatan di puskesmas adalah indikasi pembiaran tersebut. Selain itu dirinya mengecam dinas kesehatan baik kabupaten maupun provinsi karena lemah dalam melakukan pengontrolan terhadap petugas kesehatan yang ada di daerah terpencil.
“Dinas Kesehatan baik Kabupaten maupun Provinsi tidak melakukan kontrol atas petugas kesehatan yang ditugaskan di daerah-daerah terpencil seperti Bomela. Petugas kesehatan di sana dibiarkan tidak bertanggung jawab atas pekerjaannya. Itu pembiaran namanya. Akibatnya masyarakat yang bisa ditolong dari kesakitan ya tidak dapat tertolong dan akhirnya meninggal dunia,” tambah Robaha.
Selain itu dirinya menilai negara dalam hal ini pemerintah pusat telah lama melakukan pembiaran. Sebagaimana diketahui, standar pelayanan minimum tiap puskesmas di daerah paling terpencil mestinya memiliki minimal 19 tenaga kesehatan. Namun di sebagian besar wilayah Pegunungan Tengah Papua, puskesmas tidak memenuhi SPM dari aspek ketenagaan.
“Seturut Standard Pelayanan Minimun (SPM) yang ditetapkan kementerian kesehatan, harusnya minimal 19 orang tenaga kesehatan yang bertugas di puskesmas non rawat inap di wilayah terpencil.Faktanya berdasarkan data yang disampaikan YTHP, hanya 4 orang petugas yang ditempatkan di Bomela. Demikian pun di beberapa puskesmas lainnya. Ini pembiaran yang berlangsung lama. Padahal banyak anak Papua yang tamat sekolah kesehatan setiap tahunnya,” jelas Robaha.
Discussion about this post