Oleh: Ustadz Ismail Asso
Pada Tahun 2022, Bulan Juni sekitar tanggal 25, dia Massangger saya melalui Facebook. Sebelumnya saya tidak kenal sama sekali. Ternyata dia kenal saya melalui medsos. Dia tanya posisi saya ingin ketemu, tanpa lupa basa-basi salam kenal lebih dulu.
Saat itu juga saya jawab posisi sedang berada di Walikota Jayapura. Selang beberpa menit tak menunggu lama dia sudah tiba, kebetulan saya duduk ngopi dikantin samping Sekolah TK Wali Kota.
Pertama saya tanya nama, kedua, tanya fam (marga), dia jawab: “Doga-Kurisi”. Saya tanya ulang marga kamu apa: “Doga apa Kurisi”? Dia jawab sama tapi sedikit ragu. Terpksa saya tanya; “Ade anaknya Bapak siapa”? Dia Jawab: “Saya anaknya Bapak Alex Doga”.
Saat dia datang bersama saya ada dua orang, salah satu mengenali Bapak Alex Doga, seorang tokoh mantan Anggota DPRP dan juga seorang pengusaha, tinggal di Dok 5 Yapis katanya.
Saya diberitahu pakai bahasa Lembah Balim logat Balim Selatan, dengan kata:
“Lek Hele yire Opase An Nelu.. Bapak Kepala Suku Alex Doga, Dok Lima Yapis Werek Yinogho alogo meke, Opasere, Orang Tua Aicpon Rumah Sakit Dok II rawat werekma eka 50 juta Wogosiagece ililagi anogo, alogo hele ewe yii..”. (Bukan ini Bapaknya saya tahu, Bapaknya Kepala Suku Alex Doga, tinggal di Dok Lima Yapis punya anak, Bapaknya (Bapak Alex Doga), pernah bantu uang 50 juta (nilai uang 50 juta waktu saat itu sangat besar), datang antar. Yang sering cerita itu anaknya ini).
Dapat cerita begitu saya hanya bisa diam dan hormati anak mantan pejabat negara dan sekaligus penguasaha baik hati itu. Beberapa menit terdiam dengar bisikan itu, kembali saya komentar, sampaikan anak perempuan ini, bahwa Ayahmu pernah membantu Orangtua Kami. Kamu putri orang besar dan orang baik.
Awalnya saya pikir, dia marga Doga, ternyata Kurisi itu di Lembah Bagian Selatan sama dengan Wita, satu garis parohan dari Asso, kami satu fam yang itu tak membolehkan hubungan perkawinan karena masih satu parohan atau satu famili.
Singkat cerita, saya tanya maksud tujuan, Anak menemui saya (saya mulai panggil dengan sapaan Anak) bagaimana?
Dia jawab, dia mau ke Manokwari ada event pertemuan Internasional di sana, tapi butuh tiket. Saat itu juga saya whatsapp Staf Khusus Bapak PJ Gubernur Papua Barat, Komjenpol (Purn), Drs Paulus Waterpauw, langsung diminta kirim KTP dan dia berangkat ke Manukwari besoknya.
Setelah dua hari kemudian saya susul ke Manokwari dan sempat ketemu, kelihatan dia sudah akrab dengan suasana Kota Manokwari, berbeda dengan saya orang baru dan masih asing terasa.
Selang beberapa minggu Ananda Michela Kurisi semakin aktif beraktualisasi menggelar berbagai event dan melakukan berbagai pemberdayaan khususnya Pasar Sanggeng.
Ketika dia masih sibuk dengan berbagai kegiatannya di Manokwari, saya ke Aceh ikut kunjungan Bapak PJ Gubernur, hingga kembali ke Jakarta. Ternyata dia menyusul ke Jakarta dan dia mulai ketemu-ketemu orang.
Malam kadang dia telepon ajak minum dan makan, di situlah dia posting video dan foto-foto bersama saya. Banyak video diantaranya jadi viral membuat Saudara-Saudara kami Papua khususnya dari Tolikara marah emosi dan maki-maki di medsos khususnya di WAG.
Sejak setelah itu, karena tugas dan kewajiban saya kembali ke Manokwari. Adapun Michela Kurisi-Doga saya dengar kembali mau kuliah, mau menikah dan rencana-rencana lainnya tanpa pernah diwujudkan benar-benar.
Belakangan saya dengar dia sudah kembali ke Jayapura. Berkumpul bersama orangtuanya. Saya tetap di Manokwari dan terakhir saya ke Jayapura urus persyaratan MRP karena sesuai KTP saya dibuat di Jayapura.
Dia katanya ada di Wamena tapi dia katanya mau daftar Calon MRP mewakili Perempuan Wilayah Saireri. Saya tanya kenapa tak daftar dari Wilayah Papua Pegunungan? Dia tidak memberikan alasan kecuali sudah terlanjur daftar di sana.
Ketika saya naik ke Wamena daftar MRP sempat ketemu dan ajak minum kopi. Katanya dia mau ketemu Bapak Bupati Jayawijaya. Keliahtannya dia butuh biaya sedikit untuk ongkos-ongkos selama di Wamena. Saya hanya bilang salam sama Bapak Bupati, mungkin Beliau marah karena saya sering buat catatan kritis dan kritik kinerja kepemimpinannya.
Pada saat duduk ngobrol minum kopi itu dia bilang katanya mau ketemu Egianus Kogoya karena merasa kasihan sama Pilot asal New Zeland yang disandera. Saya hanya sampaikan jangan cari sesnsasi, itu tugas Polisi dan TNI.
Tak lama setelah itu saya harus kembali trun ke Jayapura untuk melengkapi segala persyaratan, sampai kembali ke Wamena tak ketemu, saya balik ke Manokwari.
Kesimpulan.
Saya sejak pertama kenal Michela Kurisi, dia menebak-nebak saya berdasarakan benerapa catatan saya, dia cerita dirinya dekat dengan semua aktifis KNPB, dan dunia feminisme terutama dia mengidolakan sosok Siti Aisyah Istri Baginda Nabi Muhammad SAW yang berani dan berperang itu sebagai sosok idolanya.
Mungkin dia pikir saya dekat dan bagian dari kelompok pro kontra Papua dan pemerintah. Dia bicara dia kenal nama ini dan nama itu para tokoh aktivis Papua. Dia juga bilang dekat dengan ini dan itu tanpa saya tanya.
Kelihatan dia ingin tahu saya di mana tapi karena saya tidak dimana dan tanpa bagaimana saya biasa-biasa saja. Saya tidak menjadi apa saya hanya seorang pengangguran urus pondok di Koya, waktu itu hidup susah di tengah hutan.
Munhkin dia pikir saya dekat dengan pihak-pihak orang penting, ternyata tidak tapi saya bukan-bukan itu dan ini, saya seseorang yang berfikir umum dan hanya berfikir kejam salah an bersama tanpa jadi apapun mendukung atau menghalangi.
Selamat Jalan Michela Kurisi-Doga, Nerop Nalogo, Bapa Hormati keberanianmu tapi kadang kamu nekat, padahal Bapa tahu kamu bukan seperti yang dituduhkan orang. Kamu hanyalah seorang Wanita aktifis perempuan tanpa embel-embel, walau kadang manusia buat sensasi karena butuh pengakuan.(*)