Biak, Nokenwene.com–Film Insar Syasewar Kombrof keluar sebagai Juara dalam Festival Film Papua (FFP V) di Biak. Film dokumenter karya sutradara Ones J Msen tersebut menjadi pilihan juri dari 30 film yang berkompetisi dalam Festival Film terbesar di tanah Papua itu.
Ones J Msen melalui filmnya mengangkat kisah mama Mina Mayor yang tetap kuat di usia senjanya sebagai penangkap gurita. Mama Mina masih rutin mendayung perahu untuk bisa menyelam dan menangkap gurita di lautan.
Karena kegigihannya berjuang demi menghidupi keluarganya dengan menangkap gurita, orang sekampungnya menyebut mama Mina sebagai Sasewar Kombrof (penangkap gurita).
“Selain film Insar Syasewar Kombrof, tim juri memilih film Gereje, karya Andreas Wahyu sebagai Juara 2. Sementara untuk Juara 3 Sa Pu Bahasa Sa Pu Jati Diri, karya Bony Lany dan Juara 4 Festival Ulat Sagu, Sutradara Yosep Levi,” jelas Koordinator Kompetisi Film FFP V Byak, Christofilus Rumaropen.
Tim juri kompetisi film terdiri dari Mintje Anna Yawan (Ketua Dewan Juri), Syamsul B Adnan (anggota) dan Rusni Abaidata (anggota). Para dewan juri menilai berdasarkan tiga aspek penilaian yakni aspek budaya, komunikasi dan visualisasi.
“Penilaian aspek budaya meliputi kajian adat istiadat, sosial, dan pola kebiasaan masyarakat Papua pada umumnya atau atas dasar masing-masing suku serta perkembangan budaya di masing-masing suku,” jelas Rumaropen.
Sementara dari aspek komunikasi meliputi kaidah bahasa, pergerakan atau tingkah laku yang tidak mengandung unsur sara. Dan teknik visualisasi meliputi konsistensi pembuatan film bergendre documenter, kesinambungan cerita yang divisualisasikan dalam film tersebut.
FFP Festival Film Tahunan
Festival Film Papua (FFP) merupakan Festival Film tahunan yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Papua Voices. Setiap tahunnya Papuan Voices menyelenggarakan FFP pada 7-9 Agustus. Penutupan FFP sekaligus menjadi peringatan Hari Masyarakat Adat.
“Ajang ini dapat menjadi menjadi ruang berekspresi bagi generasi muda Papua dalam kreativitas dan karya film dokumenter untuk terus menceritakan kisah-kisah menarik tentang masyarakat adat Papua. FFP juga merupakan satu- satunya festival film dokumenter terbesar di Tanah Papua,” ungkap Bernard Koten, Koordinator Umum Papuan Voices (PV).
Baca juga: Papua Voices Wamena Beri Pelatihan Video Advokasi Bagi Anak Muda
Koten menambahkan dari tahun ke tahun jumlah film yang masuk sangat bervariasi.
“Untuk FFP V di Biak ini, jumlah film yang mengikuti kompetisi film dalam ajang Kitorang Berkompetisi Film Dokumenter semakin banyak,” tambah Koten.
Sejak berdirinya pada 10 Desember 2012 lalu, Papuan Voices menjadikan persoalan masyarakat adat Papua sebagai fokus perhatian. Karena itu, Papuan Voices telah melakukan pelatihan video advokasi kepada banyak kalangan di tanah Papua.
Papuan Voices melihat film sebagai sarana untuk membangun kesadaran bersama akan persoalan masyarakat adat Papua. Dengan itu Papuan Voices berharap film yang ada bisa memicu diskusi dan perubahan dalam masyarakat.
“Melalui film dan FFP, Kami PV hanya sekedar mengingatkan kembali kepada masyarakat adat Papua akan keberadaannya. Dengan media film mereka (masyarakat adat) dapat menonton dan mendiskusikan lagi apa yang sudah mulai hilang (budaya, kebiasaan baik, dll),” terang Koten.
Dirinya berharap generasi muda Papua untuk terus meningkatkan kreatifitasnya dan jangan takut belajar dan produksi film dokumenter. Setelah produksi film, generasi muda Papua bisa mengikutkan filmnya dalam FFP setiap tahunnya.
Koten menjelaskan selain ajang Kitorang Berkompetisi, ada juga Kitorang Nonton dan Diskusi film serta Kitorang Belajar Bersama.
Pewarta: Jurnalis Warga Sagu Yahukimo
Discussion about this post