Oleh: Fonataba Guntur*
Apa itu vaksinasi?
Vaksin telah dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Berdasarkan penelusuran sejarah, vaksinasi pertama dilakukan di China pada abad ke-10. Akan tetapi, baru pada tahun 1796, Edward Jenner menyadari bahwa infeksi cacar sapi yang relatif ringan dapat melindungi manusia dari infeksi cacar. Jenner menguji teori dan temuannya. Hasilnya diterbitkan dua tahun kemudian. Hal inilah yang membuat temuannya ini disebut vaksin yang berasal dari istilah bahasa Latin, “vacca” yang berarti sapi.
Vaksin secara luas dianggap sebagai salah satu pencapaian medis terbesar pada zaman modern. Vaksinasi mencegah dua hingga tiga juta kematian setiap tahun dan mengurangi risiko manusia terjangkit 20 jenis penyakit, menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Seperti telah dijelaskan di awal bahwa sistem imun adalah kemampuan tubuh untuk mengenali senyawa asing yang masuk ke dalam tubuh seperti mikroorganisme, toksin, jaringan dan senyawa asing lainnya. Salah satu respon tubuh terhadap masuknya antigen tersebut adalah dengan membentuk antibodi yang spesifik terhadap antigen. Ini merupakan sistem imun spesifik. Pada umumnya respon tubuh terhadap antigen yang pertama kali masuk belum terlalu kuat karena tubuh belum mengenali antigen tersebut. Akan tetapi jika tubuh terpapar untuk kedua kalinya, maka sel memori akan mengenali antigen sehingga pembentukan antibodi dapat terjadi dengan cepat dalam jumlah yang besar. Dengan demikian, imunitas spesifik ini merupakan elemen penting dalam pertahanan tubuh terhadap masuknya mikroorganisme.
Vaksin adalah suatu suspensi mikroorganisme atau substansi mikroorganisme yang digunakan untuk menginduksi atau merangsang sistem imun. Vaksin merupakan imunisasi aktif. Pada saat ini terdapat beberapa jenis vaksin yang digunakan untuk memperoleh kekebalan tubuh terhadap penyakit.
Berdasarkan cara pembuatan dan pengembangannya, vaksin digolongkan menjadi:
Pertama, Vaksin yang mengandung organisme yang dilemahkan.
Jenis vaksin ini mengandung mikroorganisme hidup yang dilemahkan. Vaksin hidup ini menyerupai mikroorganisme aslinya pada saat menimbulkan infeksi. Vaksin ini dapat memberikan perlindungan seumur hidup, terutama untuk vaksin virus. Efektifitas perlindungan seumur hidup dapat terjadi karena virus hidup yang telah dilemahkan tersebut dapat hidup terus-menerus dalam tubuh sehingga dapat terus merangsang produksi antibodi.
Contoh vaksin yang mengandung virus yang dilemahkan antara lain adalah vaksin polio (Sabin), vaksin measles, mumps dan rubella (MMR). Vaksin BCG dan Tifoid yang digunakan secara luas pada saat ini merupakan vaksin yang mengandung bakteri yang dilemahkan. Mikroorganisme yang dilemahkan ini berasal dari mutan virus atau bakteri yang telah dibiakkan dalam waktu yang cukup lama.
Kelemahan vaksin ini adalah kemungkinan untuk bermutasi kembali menjadi virulen sehingga menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Oleh sebab itu biasanya jenis vaksin yang dilemahkan ini tidak dianjurkan diberikan kepada penderita yang mengalami imunokompromais.
Kedua, Vaksin yang mengandung mikroorganisme yang dimatikan.
Vaksin ini menggunakan mikroorganisme yang telah dimatikan, biasanya dengan menggunakan formalin atau fenol. Beberapa vaksin yang mengandung mikroorganisme yang dimatikan antara lain adalah vaksin rabies, vaksin polio (Salk), vaksin pneumokokus, dan vaksin kolera. Dan yang terbaru tentunya adalah vaksin SARS-CoV-2, Sinovac yang juga digunakan di Indonesia.
Ketiga, Toksoid
Toksoid merupakan toksin yang telah diinaktifkan atau dimatikan untuk mempertahankan tubuh dari toksin yang dikeluarkan oleh mikroorganisme. Toksoid tetanus atau difteri merupakan vaksin yang telah lama digunakan untuk imunisasi dasar anak dan bayi. Biasanya diberikan dalam beberapa seri untuk mendapatkan imunitas yang efektif dan diulang setiap 10 tahun sekali.
Keempat, Vaksin rekombinan
Vaksin rekombinan yang juga dikenal dengan vaksin sub-unit merupakan vaksin yang mengandung fragmen antigenik dari suatu mikroorganisme yang dapat merangsang respon imun. Vaksin sub-unit dibuat melalui teknik rekayasa genetika, untuk memperoleh fragmen antigenik dari mikroorganisme, sehingga disebut vaksin rekombinan. Sebagai contoh, vaksin hepatitis B mengandung bagian protein selubung dari virus hepatitis B yang diproduksi melalui rekayasa genetika, oleh sel ragi. Vaksin rekombinan lebih aman dibandingkan dengan vaksin yang mengandung seluruh sel virus, karena fragmen antigenik yang terdapat dalam vaksin rekombinan tidak dapat bereproduksi dalam tubuh penerima, di samping itu, vaksin rekombinan umumnya tidak menimbulkan efek samping.
Kelima, Vaksin konjugasi
Vaksin ini dibuat untuk meningkatkan efektifitas vaksin yang terbuat dari komponen polisakarida selubung mikroorganisme. Biasanya vaksin ini dikombinasi dengan toxoid difteri sehingga menghasilkan vaksin yang bersifat polivalen, dimana satu kemasan vaksin terdapat dua atau tiga jenis fragmen antigenik. Contoh vaksin konjugasi adalah vaksin DPT dan vaksi.
Keenam, Vaksin DNA
Vaksin yang mengandung satu gen atau lebih, yang diisolasi dari virus, yang mengkode ekspresi dari protein inti virus atau protein selubung virus. Setelah disuntikan, DNA yang ada pada vaksin memproduksi protein virus yang bersifat antigenik.
Saat ini kita berada dalam masa pandemi, dimana seluruh dunia sedang berperang melawan suatu wabah yang sedang mengancam umat manusia, SARS-Cov-2 penyebab penyakit COVID-19. Negara-negara di dunia berusaha membuat vaksin agar mengurangi jumlah kematian di dunia dan meminimalisasi kecepatan penularan virus tersebut. Penulis hanya membahas 3 vaksin, salah satunya yang digunakan di Indonesia.
Vaksin Sinovac
Seperti telah diulas di atas, vaksin sinovac adalah jenis vaksin yang berasal dari virus yang diinaktif/dimatikan.
Di Indonesia, Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM) telah menerbitkan Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin SARS-CoV-2 produksi Sinovac Biotech pada tanggal 11 Januari 2021. Vaksin yang dikenal juga dengan nama CoronaVac ini telah menjalani uji klinis fase 3 di Indonesia, Turki, dan Brazil sejak tahun 2020 dan masih terus dipelajari hingga saat ini.
Di Indonesia, uji klinis fase 3 untuk Coronovac dilakukan di Bandung oleh Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, dengan jumlah subjek mencapai 1600 orang. Hasil dari uji klinis fase 3 di Turki, Brazil, maupun Indonesia memang belum dipublikasikan secara final pada jurnal ilmiah apapun, tetapi data interim telah diumumkan dan dijadikan landasan keputusan BPOM untuk menerbitkan EUA.
Hasil uji klinis vaksin Sinovac di Turki menunjukkan efikasi atau kemanjuran yang tinggi terhadap populasi usia 18-59 tahun. Vaksin Covid-19 CoronaVac menunjukkan 83,5 persen efektif melindungi dari SARS-CoV-2. Data ilmiah dari uji klinis ini telah diterbitkan di jurnal Lancet pada 8 Juli 2021. Para peneliti menyimpulkan bahwa CoronaVac, vaksin yang berasal dari virus SARS-CoV-2 yang dinonaktifkan (innactivated viruses), telah terbukti dapat ditoleransi dengan baik pada individu berusia 18 tahun ke atas, dalam uji coba fase 1/2.
Vaksin Moderna dan Pfizer
Genome dari organisme suatu set lengkap gen dan instruksi genetik ini dibutuhkan untuk membuat suatu organisme termasuk manusia. Instruksi genetik ini dikodekan dalam DNA yang berada di dalam nukleus/inti di hampir setiap sel di dalam tubuh kita. Contohnya sel hati, agar sel hati kita menjadi sel hati dan bukan sel jantung, sel hati kita hanya mengikuti serangkaian instruksi dari genome kita terkait dengan sel hati.
Bayangkan kalau kita ke perpustakaan mencari buku, tentunya kita tidak boleh meminjam buku untuk dibawa pulang. Padahal kita hendak mencari referensi buku-buku tentang misalnya bagaimana mengerjakan suatu project. Kita butuh instruksi spesifik tentang itu, kita cari dan baca buku-buku, kemudian membuat catatan kecil, tentunya tidak mengkopi seluruh buku, tapi hanya instruksi spesifik yang dibutuhkan untuk mengerjakan projek.
Cara sel mencatat ini adalah dengan menggunakan molekul yang disebut RNA dan kita menyebut catatan tadi sebagai “messenger RNA (mRNA). Jadi ada molekul protein di dalam sel-sel kita yang kerjanya pergi ke nukleus (inti sel) dan menulis instruksi spesifik untuk pekerjaan yang spesifik juga. Instruksi ini atau mRNA kemudian dibawa ke bagian lain dari sel dan digunakan untuk membuat protein.
Jadi vaksin mRNA hanyalah tipe vaksin yang mengemas instruksi DNA dari protein SARS-CoV-2, sedikit fragmen dari materi genetik yang disebut mRNA dari genome virus diinjeksikan (disuntikan) ke dalam tubuh kita, mRNA akan masuk ke dalam sel-sel tubuh kita dan sampai ke sitoplasma sel, kemudian sel-sel tubuh kita akan memperlakukannya seperti biasa, yaitu membentuk protein-protein SARS-CoV-2.
Sel-sel kita secara alami membuat ribuan mRNA milik kita sendiri sepanjang waktu, jadi vaksin mRNA hanyalah salah satu di antaranya. Sekali vaksin mRNA berada dalam sitoplasma, kemudian sel-sel tubuh kita akan membentuk struktur menyerupai virus SPIKE PROTEIN dari SARS-CoV-2. Vaksin mRNA tidak memiliki instruksi untuk membuat SARS-CoV-2 secara utuh tetapi hanya membuat SPIKE PROTEIN. Spike Protein inilah yang sering digunakan virus untuk menempel dan masuk sel kita. Setelah Spike Protein terbentuk, sistem imun membuat sel-sel dan protein (antibodi) yang akan mengenali dan menghancurkan spike protein virus sehingga melindungi kita dari serangan SARS-Cov-2.
Jadi pada intinya, sel-sel tubuh kita disuruh membuat Spike Protein sama mRNA (yang ada di vaksin) yang seperti virus punya, kemudian sel-sel tubuh kita akan membentuk antibodi. Jika ada virus yang menyerang dengan menggunakan Spike Protein, antibodi kita telah memiliki barisan tentara untuk menyerang kawanan SARS-CoV-2.
Vaksin Moderna yang dikembangkan dengan platform mRNA. Vaksin Moderna ini diketahui memiliki efikasi mencapai 94,1 persen untuk usia 18-65 tahun. Sedangkan pada usia di atas 65 tahun mencapai 86,4 persen. Hasil tersebut diperoleh melalui pemantauan mulai dari hari ke-14 pasca pemberian vaksin dosis kedua di Indonesia.
BPOM kembali memberikan EUA pada vaksin Corona yaitu Pfizer. Dalam pernyataannya, BPOM mengungkapkan efikasi vaksin buatan Amerika Serikat ini mencapai 95,5 hingga 100 persen.
“Efikasi pada usia 16 tahun ke atas adalah 95,5 persen dan pada remaja 12-15 tahun adalah sebesar 100 persen,” kata Kepala BPOM Penny K Lukito dalam konferensi pers, Kamis (15/7/2021).
Vaksin ini digunakan dengan indikasi pencegahan COVID-19 mulai usia 12 tahun ke atas. Ini diberikan secara injeksi dengan dua kali penyuntikan dalam rentang waktu 3 minggu.
Vaksin AstraZeneca
Vaksin ini menggunakan vektor Adenovirus simpanse berbeda dengan Sinovac yang menggunakan virus inaktif. Virus yang biasa menginfeksi simpanse, dimodifikasi secara genetik lalu disuntikan ke tubuh kita untuk memicu respon imun tubuh kita.
Vaksin viral vector ini adalah virus yang tidak berbahaya. Setelah masuk ke tubuh kita, mengirim instruksi pembuatan sebagian kecil SARS-Cov-2. Instruksi pembuatan ini adalah sama dengan vaksin mRNA, sel disuruh membuat SPIKE PROTEIN. Sel kemudian menampilkan protein ini, lalu sistem imun kita mengenalinya sebagai benda asing. Ini akan memicu sistem imun menghasilkan antibodi dan sel-sel imun lainnya untuk melawan apa yang dianggap sebagai zat asing.
Vaksin kedua yang mendapatkan izin penggunaan darurat dari BPOM adalah vaksin AstraZeneca hasil pengembangan Oxford University, pada 9 Maret 2021. Berdasarkan keterangan BPOM, efikasi vaksin AstraZeneca dengan dua dosis standar, terhitung sejak 15 hari pemberian dosis kedua vaksin hingga pemantauan sekitar dua bulan menunjukkan efektivitas sebesar 62,1 persen.
* Penulis adalah mahasiswa klinik Fakultas Kedokteran Uncen
Discussion about this post