Wamena, nokenwene.com – Dua kampung di Kabupaten Jayawijaya, yaitu Kampung Asotapo dan Hesatum Distrik Asolokobal, terancam ditutup material tanah longsor di wilayah itu, pasalnya beberapa tahun belakangan ini material longsor terus menyasar ke pemukiman warga, bahkan lahan kebunnya suda tertimbun longsor. Tahun 2019 lalu, jembatan kuning yang menjadi salah satu ikon Wamena di muara tailing longsor juga telah hanyut akibat penyempitan kali dari material longsor hingga erosi pinggir kali Baliem.
Selain dua kampung di Asolokobal, Warga Kampung Maima Distrik Maima juga terancam, meskipun kampung tersebut berada di sebelah sungai balim tapi berlokasi persis di muara kali Wupiagec, sebua kali kecil di wilayah Asolokobal dan Asotipo yang sering longsor. Penyembpitan sungai balim di muara kali wupiagec terus terjadi.
“tahun lalu (2019) jembatan kuning suda hanyut akibat longsor, sekarang pasir dari kali sebelah terus masuk kea rah sungai balim sehingga kami di sebelah sini suda terancam. Kebun suda hanyut akibat erosi, sedikit lagi erosi sampai dekat perumahan” ujar Frans Mulait, warga Maima ditemui Noken Wene di Maima, beberapa waktu lalu.
Markus Lokobal, salah seorang tokoh di Wilayah Distrik Asolokobal juga mengatakan beberapa hektar kebun di kampung Astopo dan hesatum telah tertimbun, warga kehilangan lahan kebun ubi jalar, dan material longsor pun semakin mendekat ke perumahan disaat hujan dan longsor turun.
“memang longsor ini semakin lama melebar, sehingga kebun-kebun masyarakat itu sudah tutup habis dan berapa kampung ini terancam” ungkap Markus Lokobal.
Dikatakan, semakin melebarnya material longsor, ancaman terhadap dua kampung di wilayahnya cukup besar sebab setiap kali hujan, longsor di kali Wupiagec turun dan lama-lama mendekatai perumahan.
“bukan hanya dua kampung ini tapi pasir dan batu ini terus mengarah hingga ke kantor dstrik jadi kantor distrik dan gereja juga bisa ditutup longsor. Jembatan yang baru di hepuba juga terancam” ujarnya.
Kata Dia Pihaknya suda beberapakali menyampaikan hal itu melalui musyawara distrik (Musdis) dan Muskam akan tetap tidak perna ada respon dari pemerintah untuk menangani longsor itu.
“suda berapa kali dalam Muskam, Musdis itu perna diajukan sampai saat ini tidak perna tanggapi seriu” kata Markus yang juga kepala kampung Asolokobal itu.
Penyebab pelebaran areal longsor tersebut, selain pengambilan material untuk tujuan pembangunan dan penebangan pohon di areal gunung, tapi juga Markus meyakini akibat adanya keselahan adat internal pemilik ulayat di wilayah itu.
“penyebabnya itu, ini menyangkut adat memang posisi adat yang ada disini itu sedikit salah. Dulu itu bagus tapi sekrang ada banyak pengaruh luar jadi, ada yang suda salah disini, dan kami sedang menata itu untuk perbaiki, setelah itu perbaiki baru kami akan undang pemerintah melakukan apa yang mereka bisa lakukan, karena kalo adat masih salah nanti kita buat juga percuma” Ujar Markus Lokobal.
Tanah Longsor yang berlokasi sekitar 15 Km arah selatan dari kota Wamena itu sekaligus merupakan batas wilayah administa Distrik Asotipo dan Asolokobal, dialiri sebuah kali kecil bernama Wupiagec, yang menjadi penybab tanah di huluh sungainya yang terletak di bawah kaki gunung itu terus tergusur ketika hujan dan terjadilah longsor.
sementara di bagian barat dari longsor ada distrik Maima bersebelahan dengan sungai baliem yang juga terkena dampak. Areal longsor ini sering dijadikan tempat untuk foto-fot oleh warga lokal maupun orang luar, tapi kini menjadi ancaman bagi warga setempat.
“tentang tanah longsor, saya akan kumpulkan kepala-kepala suku, dan tokoh-tokoh disini untuk larang tebang pohon, dan ambil batu di longsor, setelah itu baru saya akan bawa ini ke program DPR Jayawijaya” Ujar Yustinus Asso, S.Sos, anggota DPRD Jayawijya asal distrik Asolokobal.
Pewarta: Jurnalis Warga Noken
Discussion about this post