Mendung hitam menyelimuti gunung yang tenang. Dibawa sini, hati dirudung duka nestapa. Langit terus menangis, membasahi bumi yang fana. Kau yang pergi dan tak akan kembali lagi.
Senyum itu telah hilang bertahun-tahun saat engkau dililit sakit. Menderita didalamnya, tak kunjung sembuh, menanti ajal tiba.
Saat sang fajar menampakan wajah dibalik gunung sana, kau menikmatinya seakan esok nafasmu akan berakhir. Kau menikmati setiap detik, setiap sapaan, setiap suara di luar sana.
Kau terikat, dan tak akan menarik lagi waktu. Ini ujung harimu. Gambaran penyesalan menguak, satu per satu layak slide.
Kini tinggal tubuh diatas kasur yang kusut, menampungmu. Telentang tak terawat, tangan-tangan yang pernah dibesarkan pergi entah kemana. Kau sendiri, dirudung nestapa.
Kiamat menanti di ujung jalan kehidupan di bumi yang fana. Hati sudah teguh menerima apa adanya. Kau sudah siap mentap langit, menyerahkan sepenuhnya ke tangan tak terlihat.*
Nokenwene.com merupakan media publikasi bagi Jurnalisme Warga Noken yang digagas para sahabat jurnalis dan aktivis di Wamena, Papua
Discussion about this post